Relevansi Tradisi Tingkeban Pada Upacara Ketujuh Dari Umur Kandungan Terhadap Hukum Islam

M. Mukhlisin, NIM: 02210018. 2006. Relevansi Tradisi Tingkeban Pada Upacara Ketujuh Dari Umur Kandungan Terhadap Hukum Islam (Kasus di Desa Gebangsari Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto). Skripsi. Fakultas Syari’ah Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhsiyah. Universitas Islam Negeri Malang.
Dosen Pembimbing: Drs. Robin, M.Hi
Kata Kunci: Tradisi tingkeban dan hukum Islam

Dalam masyarakat Gebangsari sebagai bagian dari kalangan orang Jawa masih terdapat muslim yang benar-benar berusaha untuk menjadi muslim yang baik, dengan menjalankan perintah agama dan menjauhi larangannya. Disamping itu juga terdapat orang-orang yang mengakui bahwa diri mereka adalah muslim, akan tetapi dalam kesehariannya sering kali tampak bahwa ia masih kurang berusaha untuk menjalankan syari’at agamanya, sehingga dalam hidupnya sangat diwarnai oleh tradisi dan kepercayaan lokal. Ada juga kelompok yang bersifat moderat, mereka berusaha mengamalkan ajaran-ajaran Islam dengan baik, tetapi juga mengapresiasi dalam batas-batas tertentu terhadap budaya dan tradisi lokal. Begitu juga mengenai tradisi tingkeban yang masih dijalankan oleh masyarakat Gebangsari Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto dalam menghadapi siklus kehidupan, dalam pelaksanaannya masih banyak menggunakan simbol-simbol adat Jawa tetapi juga menggunakan doa-doa dalam ajaran Islam, yang memungkinkan saling berkonfrontasi. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apa makna tradisi tingkeban yang masih dijalankan masyarakat Gebangsari dan bagaimana relevansinya terhadap nilai-nilai ajaran dan hukum Islam. 

Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologis yang memfokuskan kajiannya pada fenomena tradisi tingkeban yang terjadi di masyarakat Gebangsari. Untuk membantu penyusunan skripsi ini, data diambil melalui metode observasi dan wawancara yang selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif dan juga akan dianalisis dengan metode komparatif, kemudian disusun dengan menggunakan metode induktif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tradisi tingkeban mempunyai makna agar ibu yang mengandung dan bayi yang akan dilahirkan memperoleh keselamatan tanpa ada kesulitan, oleh karena itu dalam pelaksanaannya diadakan slametan. Di samping itu terjadi perubahan pemahaman terhadap makna pelaksanaan tradisi tingkeban oleh masyarakat Gebangsari, hal ini dibuktikan dengan hilangnya hal-hal yang berbau syirik dan bersifat simbolik bagi masyarakat Jawa, serta masuknya nilai-nilai ajaran Islam. Tujuan dari slametan dalam tradisi tingkeban yang awalnya dipandang sebagai sesajian dalam kerangka budaya Jawa yang animistis berubah menjadi kerangka budaya Islam, yaitu dengan tujuan shadaqâh.

Makna tradisi tingkeban adalah sebagai doa yang dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar bayi yang dikandung memperoleh keselamatan. Relevansi tradisi tingkeban terhadap hukum Islam yaitu, dengan menggunakan metode ‘Urf atau al-Adah, maka tradisi ini boleh dilakukan karena tidak bertentangan dengan syari’at Islam dan dapat menimbulkan maslahah dalam masyarakat, yaitu terciptanya kerukunan dan kesejahteraan.

Donlotnya disini

Terimakasih Atas Kunjungan Anda

Judul: Relevansi Tradisi Tingkeban Pada Upacara Ketujuh Dari Umur Kandungan Terhadap Hukum Islam
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
Item Reviewed: Relevansi Tradisi Tingkeban Pada Upacara Ketujuh Dari Umur Kandungan Terhadap Hukum Islam
Semoga artikel Relevansi Tradisi Tingkeban Pada Upacara Ketujuh Dari Umur Kandungan Terhadap Hukum Islam ini bermanfaat bagi saudara. Silahkan membaca artikel kami yang lain.
Ping your blog, website, or RSS feed for Free

0 komentar:

Post a Comment

Silahkan berkomentar yang baik, jangan spam/ SARA
Boleh masang link asal jangan LiveLink, karena pasti saya hapus... THANKS

 
Copyright © Celotehan Warung Kopi