URGENSI PENDIDIKAN AGAMA PADA USIA REMAJA DALAM PANDANGAN PROF. Dr. ZAKIAH DARADJAT

Sejalan dengan berbagai fenomena pendidikan dewasa ini, sebagai
akibat globalisasi yang kian merambah berbagai dimensi kehidupan, kehadiran
Pendidikan Agama khususnya Agama Islam diharapkan mampu memberikan
solusi terhadap berbagai persoalan-persoalan.

Pada dasarnya pendidikan mempunyai peran yang sangat urgen untuk
menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan suatu bangsa dan
pendidikan juga dijadikan sebagai tolak ukur kemajuan suatu bangsa tersebut,
sebab pendidikanlah yang mencetak sumber daya manusia, yang pada
prinsipnya sebagai penggerak pada pemerintahan, selain itu juga pendidikan
menjadi cermin kepribadian masyarakat.

Menurut Elwoz W. Eisener,
“Education itself is a normative enterprise – that is, it is concerned with
the realization of aims that are considered worthwhile”,1 (Pendidikana
adalah sebuah bagunan normative dimana pendididkan disesuaikan
dengan realisasi atau pelaksanaan tujuan-tujuan yang dianggap patut).

Pendidikan agama pada remaja ditandai oleh adanya pertimbangan
sosial. Dalam kehidupan keagamaan mereka timbul konflik antara
pertimbangan moral dan material. Remaja sangat bingung menentukan pilihan
itu. Karena kehidupan duniawi dipengaruhi kepentingan akan materi, maka
para remaja lebih cenderung jiwanya untuk bersikap materialis.
Hasil penyelidikan Ernest Harms terhadap 1.789 remaja Amerika antara
usia 18 – 29 tahun menunjukan bahwa 70% pemikiran remaja ditujukan bagi
kepentingan : keuangan, kesejahteraan, kebahagiaan, kehormatan diri dan
masalah kesenangan pribadi lainnya. Sedangkan masalah akherat dan
keagamaan hanya sekitar 3,6%, masalah sosial 5.8%.

filenya ada disini

Konsep Kejadian Alam Semesta Dalam Perspektif Ilmu Fisika Modern Dan Al Qur’an

Alam semesta dengan segala peristiwa dan isi yang terkandung didalamnya, merupakan sutu kenyataan yang sangat mengesankan dan menakjubkan oleh akal dan sanubari manusia. Maka tidak heran kalau sejak dulu orang telah banyak mengerahkan akal untuk penyelidikan dan membongkar rahasia-rahasia dan hukum-hukun alam yang ada, serta mencari hubungan dengan kebutuhan dan tujuan hidup manusia di bumi.
Kejadian alam semesta termasuk salah satu perkara penting tidak hanya dalam bahasan bidang pemikiran Islam, akan tetapi juga dalam ilmu pengetahuan kosmologi, fisika dan teknologi. Didalam memahami proses kejadian alam semesta kita hanya tahu bahwa Allah adalah kholiq (pencipta) dan alam semesta adalah mahluk atau ciptaanya. Ternyata dibalik isu yang bagi orang awam terasa begitu simpel, telah terjadi pergulatan intelektual yang demikian keras dimasa lalu, baik dikalangan Islam sendiri maupun dikalangan ahli-ahli kealaman yang terkenal empiristik eksperimental. Dikalangan pemikir Islam sendiri isu ini telah merebak menjadi salah satu tema sentral yang mempertegas garis batas pemikiran teologi Asy’ariyah (tradisionalis) dan mu’tazilah (rasionalis) dengan segala aksesnya (Rusya,1989 : 15)
Dalam memformulasikan kejadian alam semesta umat Islam terpecah kedalam dua kelompok : kelompok pertama berpendapat bawa alam semesta diciptakan oleh Allah dari tiada secara langsung. Sementara kelompok kedua, berpandangan bahwa alam semesta diciptakan oleh Allah dari ada secara tidak langsung. Sedangkan dikalangan ilmuwan bidang fisika ditemukan konsep kejadian alam semesta yang berubah-ubah, perubahan ini tergantung pada tingkat kecanggihan alat-alat sarana observasi dan kemajuan ilmu pengetahuan ilmu sendiri.(Zar,1994:1)
 selanjutnya ada disini

Refleksi Budaya Jawa Terhadap Mentalitas Kerja Sumber Daya Manusia Indonesia

Bangsa Indonesia, seperti juga seluruh bangsa di dunia, saat ini berada di awal abad 21, abad yang diyakini membawa kemajuan ilmu dan teknologi. Abad 21 jelas berbeda dengan abad-abad 20 dan abad-abad sebelumnya dimana keberadaan ilmu dan teknologi semakin disempurnakan. Sebagai bangsa yang hidup di zaman tersebut adalah suatu tantangan bagi Indonesia untuk senantiasa mengikuti perkembangan tersebut dan hal itu tidak bisa lepas dari tuntutan yang lebih tinggi terhadap kualitas sumber daya manusia Indonesia (SDMI). Namun sayangnya banyak pandangan yang menilai bahwa kualitas SDMI tertinggal dari bangsa di Asia Tenggara lainnya seperti Malaysia dan Singapura. Selain itu adanya mentalitas bangsa yang merugikan yaitu sifat mentalitas yang meremehkan mutu, suka menerabas, tidak percaya pada diri sendiri, tidak berdisiplin ilmu, dan suka mengabaikan tugas yang kokoh ikut menghambat pembangunan (Koenjtaraningrat, 1990: 37). 

Ternyata telah banyak penelitian yang dilakukan oleh para ahli baik dari dalam maupun dari luar negeri terhadap salah satu suku yang mencerminkan mentalitas yang sama dengan mentalitas bangsa yang menghambat pembangunan seperti yang digambarkan oleh Koentjaraningrat tersebut. Suku tersebut adalah suku Jawa. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu penelitian untuk melihat keterkaitan antara mentalitas kerja bangsa Indonesia yang dilihat dari etos kerja sumber daya manusia Indonesia dengan mental budaya Jawa dengan merumuskan suatu masalah “ Adakah budaya Jawa terefleksi dalam mentalitas kerja Sumber Daya manusia Indonesia?”.

Melihat dari perumusan masalah tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menggambarkan ciri sikap budaya Jawa berkaitan dengan dunia kerja serta untuk mengetahui dan menggambarkan mentalitas kerja SDM Indonesia berkaitan dengan ciri sikap budaya Jawa. Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Dalam menganalisis data dilakukan dengan cara menggambarkan keadaan sebenarnya dari hasil pengamatan atau observasi secara langsung maupun tidak langsung serta dari hasil wawancara yang dihimpun dari lapangan.

Dari hasil pengamatan atau observasi secara langsung maupun tidak langsung serta wawancara ditemukan sikap hedonis mahasiswa dalam menyikapi perkuliahannya. Sikap tersebut ditunjukkan antara lain dengan adanya keterlambatan kuliah karena alasan yang menunjukkan kurangnya minat terhadap perkuliahan, tidak adanya persiapan terhadap materi kuliah, pandangan bahwa tugas terstruktur adalah suatu beban, suka adanya jam kosong dan menyetujui adanya jam kuliah yang diperpendek, tidak mengidealkan dosen disipilin namun mengidealkan dosen yang serius tapi santai. Ditemukan pula sikap altruistik mahsiswa yang ditunjukkan dengna kurangnya minat terhadap persaingan kelas dan sikap enggan untuk berpikir kritis atas pemikiran orang lain. Mentalitas kerja mahasiswa diketahui dari sisi idealisme kerja, kreativitas kerja serta konsistensi kerja mereka. Idealisme kerja mahasiswa diketahui dari (1) tujuan kuliah, dalam hal ini ada mahasiswa yang mempunyai idelisme tinggi terhadap perkuliahannya yaitu dengan menetapkan tujuan kuliah untuk mencari ilmu namun ada juga mahasiswa yang menetapkan tujuan kuliahnya untuk memenuhi tuntutan orang tua serta sekedar untuk meneruskan tradisi, (2) manfaat kuliah, mahasiswa menyadari pentingnya kuliah untuk masa depan selain itu mereka berpandangan bahwa kuliah dapat memperluas pergaulan, (3) sikap terhadap jam kosong, dalam menyikapi jam kosong mahasiswa bersikap santai dalam arti tidak terlintas dalam pikiran mereka untuk melakukan pergantian jam kosong kepada dosen yang bersangkutan, (4) sikap terhadap jam kuliah yang diperpendek, dalam hal ini mahasiswa tidak pernah mengeluh atas kebijaksanaan tersebut, (5) dosen dengan nilai murah, menghadapi keadaan dosen yang demikian mahasiswa menyukainya, (6) membolos karena jenuh kuliah, dalam hal ini mahasiswa berpandangan bahwa bahwa membolos karena jenuh kuliah adalah suatu hal yang manusiawi, (7) target kelulusan dengan predikat cum laude, dalam hal ini mahasiswa tidak menargetkan predikat tersebut. Dalam kreativitas kerja diketahui bagaimana mahasiswa berusaha mendapatkan nilai baik/ nilai A yang dapat dilakukan dengan cara belajar, bersikap aktif dikelas serta cara menangani stres. Dalam cara belajar, diketahui bahwa mahasiswa belajar dengan sistem kebut semalam (sks), suatu istilah sistem yang diciptakan oleh mahasiswa yaitu suatu sistem belajar yang cepat dan singkat yang mengarah pada pemahaman sesaat atau hapalan. Dalam bersikap aktif, walaupun cara tersebut menjanjikan nilai baik mahasiswa kurang berminat untuk menggunakan cara tersebut. Dalam mengatasi stres karena jenuh kuliah, mahasiswa mengatasinya dengan cara yang lazim seperti kegiatan refreshing. Kreativitas kerja mahasiswa dapat dilihat dari cara mahasiswa mengatasi persaingan dimana hal tersebut terjadi dalam dua cara yaitu persaingan tak terlihat yang ditempuh dengan cara belajar dan persaingan yang terlihat yang ditempuh dengan cara bersikap aktif atau bersikap kritis di kelas. Dalam konsistensi kerja mahasiswa dapat diketahui sikap dan tindakan mahasiswa terhadap ketidakpuasan hasil pekerjaan yang tidak diikuti dengan upaya perbaikan yang optimal. Selain itu dapat diketahui pula sikap dan tindakan mahasiswa terhadap jam kosong yang tidak diikuti dengan upaya pergantian jam kosong serta dapat diketahui pula sikap terhadap teman yang lalai dalam mengemban tugasnya dimana mereka tidak menyukai sikap tersebut namun disisi lain mereka mentolerir tindakan tersebut.

Dari hasil penemuan tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa budaya Jawa terefleksi dalam mentalitas kerja sumber daya manusia Indonesia. Saran yang dapat diberikan adalah perlu dilakukan introspeksi mental budaya yang tidak sesuai dengan tuntutan jaman. Selain itu perlu dilakukan peciptaan kondisi yang kompetitif sebagai motivator peningkatan kualitas diri serta upaya peningkatan konsistensi kerja bagi mahasiswa pada khususnya dan pada civitas akademika pada umumnya.

Lengkapnya ada disini

Dampak Otonomi Daerah Terhadap Dunia Pendidikan

Salah satu tuntutan masyarakat untuk mereformasi tatanan kenegaraan adalah otonomi daerah. Tuntutan ini menjadi urgen dan mendesak ketika sebagian anak bangsa sudah mulai tercerahkan dan sadar setelah ‘dikibuli’ rezim orde baru yang menerapkan pemerintahan sentralistik-diskriminatif. Selama lebih tiga dasa warsa masyarakat dipangkas hak-haknya, bahkan nilai-nilai kemanusiaan-pun harus diseragamkan sedemikian rupa dengan dalih 'persatuan dan kesatuan'. Pasca pemerintahan orde baru, pemerintah mulai berusaha mengakomodasi tuntutan tersebut yang kemudian dikristalisasikan dalam UU No.22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, dan UU No.25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.

Sesuai dengan pasal 11 ayat (2) terdapat sebelas bidang yang wajib dilaksanakan oleh daerah kabupaten dan daerah kota, yaitu; pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, pertambangan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertahanan, koperasi dan tenaga kerja. Dalam tataran konsep, otonomisasi terhadap sebelas bidang tersebut dirasa cukup bagus dan dapat memenuhi tuntutan masyarakat, tetapi langkah operasionalisasinya akan menimbulkan permasalahan-permasalahan baru perlu dipertimbangkan lebih mendalam. Dalam kaitan ini, ada satu bidang yang cukup menarik untuk dikaji adalah otonomi di bidang pendidikan

 Selengkapnya ada di SINI

Tingkat Daya Serap Siswa Terhadap Pendidikan Agama Islam Di Sekolah Menengah Pertama

Rohani, Fatma, 2006, Tingkat Daya Serap Siswa terhadap Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 3 Batu, Skripsi, Jurusan Pendidikan Islam, Fakultas Tarbiyah, Universitas Islam Negeri Malang. Dosen Pembimbing: Drs. H. Su’aib H. Muhammad M.Ag

Dalam mewujudkan bangsa yang berkualitas pendidikan mempunyai peranan yang strategis. Kualitas suatu bangsa ditentukan oleh kualitas pendidikannya. Pendidikan diharapkan mampu untuk menghasilkan manusia-manusia berkualitas berkompetensi dan dapat bersaing dengan bangsa lain.

Pendidikan Agama Islam turut ambil bagian dalam mencetak manusia yang bertakwa, berkualitas baik jasmani maupun rohani dan mempunyai spirit keagamaan yang tinggi. Oleh karenanya dalam rangka membangun manusia yang berkualitas (Menguasai IPTEK) harus di tunjang dan didasari dengan kualitas (IMTAK) yang tinggi. Sehingga nantinya dapat terwujud suatu bangsa yang berkualitas baik menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi maupun manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT.

Lembaga pendidikan dalam mewujudkan bangsa yang berkualitas mempunyai tugas yang berat untuk mewujudkannya. Untuk mengaplikasikan nilai-nilai pendidikan khususnya Pendidikan Agama Islam perlulah suatu usaha yang berkesinambungan. Penyelenggaraan dan pembelajaran Pendidikan Agama Islam dapat terus di inovasi dengan mangadakan evaluasi Daya Serap Siswa terhadap Pendidikan Agama Islam.

Daya Serap Siswa yang baik terhadap Pendidikan Agama Islam dapat menjadi tolak ukur suatu keberhasilan penyelenggaraan dan pembelajaran Pendidikan Agam Islam di Sekolah. Tingkat Daya Serap Siswa terhadap Pendidikan Agama Islam dapat terus ditingkatkan dengan berbagai cara. Dalam pembelajaran untuk meningkatkan Daya Serap Siswa dapat menerapkan berbagai Metode diiringi dengan penggunaan Media pembelajaran. Selain penerapan Metode atau Media pembelajaran Daya Serap Siswa dapat ditingkatkan dengan terus meningkatkan faktor-faktor penunjang dan menekan seminimal mungkin faktor penghambat yang dapat mempengaruhi Daya Serap Siswa terhadap Pendidikan Agama Islam.

Berdasarkan pemikiran tersebut penelitian ini bertujuan untuk mngetahui: 1) Tingkat daya serap siswa terhadap pendidikan agama islam di smp negeri 3 batu; 2) Upaya peningkatan daya serap siswa dengan penerapan metode dan media pembelajaran di smp negeri 3 batu; dan 3) Faktor-faktor pendukung dan penghambat daya serap siswa terhadap pendidikan agama islam di smp negeri 3 batu.

Kemudian dalam memperoleh data-data tersebut penulis menggunakan metode angket, interview dan dokumentasi. Jenis penelitian ini termasuk penelitian studi kasus dengan pendekatan penelitian diskriptif kualitatif. Sebagai analisa data dalam penelitian ini adalah paparan data dan dideskripsikan dalam bentuk kata-kata disertai dengan data kuantitatif sebagai penunjang

Dengan menggunakan teknik prosentase tersebut adalah bertujuan untuk menggambarkan dari keadaan atau fenomena (situasi/ kondisi) yang ada di lapangan dengan mendeskripsikan rumusan masalah dengan menggambarkan dengan kata-kata yang mudah dipahami. adapum analisa yang dipakai peneliti untuk menganalisa data dari angket menggunakan teknik prosentase dengan rumus:
F
P= -------- X 100%
N

Dari hasil penelitian penulis, berdasarkan fakta dilapangan dapat disimpulkan bahwa: Tingkat Daya Serap Siswa terhadap Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 3 Batu tergolong tinggi. Hal tersebut dapat di lihat ketika pembelajaran Pendidikan Agam Islam di kelas dengan menerapkan berbagai metode dan media belajar oleh Guru PAI. Selain itu tingginya Tingkat Daya Serap Siswa dapat dilihat dengan membandingkan prestasi sebelum penerapan metode dan media yang monoton dan setelah penerapan metode dan media pembelajaran dengan melakuan fariasi oleh Guru PAI. 

Dengan demikian berdasarkan peningkatan Daya Serap Siswa pada meningkatnya prestasi siswa terbukti bahwa penerapan metode dan media pembelajaran dalam PAI atau Upaya peningkatan Daya Serap Siswa dengan penerapan metode dan penggunaan media pembelajaran terbukti telah berhasil. 

Keberhasilan tersebut tidak dapat dilepaskan dari pengaruh faktor-faktor pendukung yaitu suasana kelas atau lingkungan sekolah yang kondusif, kesehatan jasmani, tata letak tempat duduk siswa yang tepat, intelegensi yang cukup tinggi dan motivasi yang tinggi dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Selain faktor pendukung perlulah mengetahui faktor yang dapat menjadi penghambat Daya Serap Siswa terhadap Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 3 Batu, yaitu: kesehatan yang menurun sehingga berimbas pada menurunnya kecerdasan dan motivasi belajar dan pada akhirnya menyebabkan lingkungan belajar yang tidak kondusif.

 Selengkapnya ada diSINI

Pergeseran Paradigma dan Pemberdayaan Kerja Kebudayaan Pendidikan

Dalam diskursus pendidikan berkembang suatu wacana yang menempatkan pendidikan sebagai gejala individual di satu pihak, dan pendidikan sebagai gejala sosial atau kebudayaan di pihak lain. Menurut pendapat pertama, pendidikan merupakan instrumen institusional bagi pengembangan potensi dasar yang dimiliki manusia, semacam prepotence reflexes dalam pandangan aliran psikologi behaviorisme, yakni kemampuan dasar yang secara otomatis dapat berkembang. Kemudian dalam pandangan kedua, pendidikan diartikan sebagai kerja kebudayaan yang mempunyai fungsi melakukan proses pembudayaan nilai-nilai, ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang berkembang dalam masyarakat. Dengan pengertian ini pendidikan mempunyai cakupan yang luas lebih dari sekedar penyelenggaraan proses belajar-mengajar di sekolah.

Sebagai kerja kebudayaan, pendidikan—mengutip Moeslim Abdurrahman (1997), harus melakukan reproduksi kebudayaan dalam konteks ruang dan waktu yang terus mengalami perubahan. Dalam kaitan ini peserta didik merupakan aktor dan subyek (agency) yang melakukan akulturasi dan inkulturasi kebudayaannya dalam ruang budaya keluarga, lembaga pendidikan formal dan sosialisasi dengan masyarakatnya. Sebagai subyek kebudayaan, seorang anak sebagai peserta didik tidak hanya berusaha mempelajari dan mengamalkan nilai-nilai, norma-norma dan kebiasaan masyarakatnya (sharing values), tapi juga dalam proses itu ada kalanya mempertanyakan, meragukan, bahkan kalau perlu memberontak terhadap kemapanan. Itulah sebabnya, mengapa kebudayaan setiap kelompok masyarakat selalu berubah, selalu diciptakan terus menerus (invented and constructed) oleh para pendukungnya, terutama generasinya sendiri.

Dengan pemaknaan seperti itu, maka pemikiran yang memberikan acuan konseptual tentang wacana antropologis (manusia)dan kebudayaan merupakan hal yang sangat penting. Dalam perspektif filosofis, adanya discourse tentang manusia merupakan suatu keniscayaan agar praksis pendidikan dapat mengarah pada pengembangan manusia yang lebih humanistik. Karena itu menurut Ali Ayariati (1987), kedalaman metafisis tentang manusia sangat dibutuhkan dalam pendidikan. Apakah manusia itu ? Harus menjadi apakah dia ? Apakah tujuan hidupnya ? Merupakan pertanyaan-pertanyaan yang dipertimbangkan berkenaan dengan pendidikan manusia. Sebab jika menusia tidak berhasil dijawab, lanjut Syariati, maka betapapun modernnya pendidikan, tidak akan menghasilkan kesuksesan dan manfaat yang sesungguhnya.

Lanjutannya ada disini

Makna Pendidikan dan moral dalam peristiwa Kurban

Sebuah refleksi, perlu kiranya ditradisikan dalam setiap momen ritualitas keagamaan, termasuk Idhul Adha yang telah kita rayakan pada tanggal 10 Dulhijjah 1423 H. Kegiatan tersebut paling tidak mengingatkan kita pada momen-momen penting keagamaan, lebih dari itu kita dapat me-reinterpretasi dan me-rekonstruksi nuansa-nuansa historis dan makna-makna subtansial yang terkandung di dalamnya. Sebuah ritualitas keagamaan akan menjadi “kegiatan“ ritualistik semata jika kita tidak menemukan makna subtansi dibalik kegiatan ritualistik tersebut, jika demikian, makna agama akan tereduksi dari maknanya yang universal, agama hanya dipahami sebagai ritus-ritus yang sifatnya temporal dan “tanpa makna”, sebab itu melalui tulisan ini kita bersama-sama berusaha me-reflkesi makna pendidikan dan moral yang terkandung dalam peristiwa Idhul Adha.

Suatu peristiwa dramatis yang dialami keluarga Nabi Ibrahim, peristiwa pencarian seorang manusia akan kejatian Dzat Yang Maha Kuasa, peristiwa keajaiban yang menandai secara riil kasat mata kekuasaan Allah, yang sulit dijangkau oleh kemampuan nalar manusia, sehingga setiap mereka yang mengenang dengan empati dan tergetar oleh kisah ini. Inilah peristiwa “pengorbanan” seorang hamba kepada Kholiqnya, peristiwa tersebut sebagaimana yang kisahnya diabadikan dalam kitab suci al-Quran Surat al-Shaffat ayat 100-111.

Membaca kisah yang menyentuh hati itu timbul pertanyaan dalam diri kita; Mengapa Nabi Ibrahim tega atau sampai hati bertindak mengorbankan seorang bocah, puteranya sendiri, yang telah lama didambahkan, yang hanya diperoleh Ibrahim setelah beliau berusia lanjut ? Mengapa pula Ismail, si bocah, sang putera, dengan penuh pasrah kepada Allah menyerahkan dirinya kepada ayahnya untuk dikorbankan ? Tidak lain karena Ibrahim dan Ismail menyadari bahwa hidup ini tidak mempunyai arti apa-apa kecuali jika mempunyai makna dan tujuan. Karena mereka percaya bahwa di dalam semangat berkorban itulah makna dan tujuan hidup ini mereka temukan. Serta menginsafi bahwa makna dan tujuan hidup yang benar ada dalam ridha Allah.

File lengkapnya ada disini

Kemampuan Siswa Dalam Memahami Kalimat Bahasa Arab Di Pondok Pesantren Al-Huda Bonggah Ploso Nganjuk

Oleh: Hindun Sundanah, 3212993014, Kemampuan Siswa Dalam Memahami Kalimat Bahasa Arab di Pondok Pesantren al-Huda Bonggah Ploso Nganjuk, Jurusan Tarbiyah, Program Studi Bahasa Arab, STAIN Tulungagung, Dosen Pembimbing: Dr. Imam Fuadi, M. Ag, 2003. 

Kata Kunci : Kemampuan Siswa Dalam Memahami Kalimat Bahasa Arab

Pendahuluan: Sebagaimana diketahui pondok pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan dalam masyarakat Islam, proses pengembangan ilmu pengetahuan sampai saat ini yaitu sistem weton dan sorogan berkaitan dengan hal tersebut dibutuhkan proses kecermatan di dalam memahami suatu kalimat bahasa Arab.
Permasalahan: (1) Bagaimana kemampuan siswa dalam memahami fi'il dalam kalimat bahasa Arab. (2) Bagaimana kemampuan siswa dalam memahami fa'il dalam kalimat bahasa Arab. (3) Bagaimana kemampuan siswa dalam memahami maf’ul bih dalam kalimat bahasa Arab. (4) Bagaimana kemampuan siswa dalam memahami kalimat bahasa Arab di Pondok Pesantren al-Huda Bonggah Ploso Nganjuk.

Tujuan Penelitian: (1) Untuk mengetahui bagaimana kemampuan siswa dalam memahami fi'il dalam kalimat bahasa Arab. (2) Untuk mengetahui bagaimana kemampuan siswa dalam memahami fa'il dalam kalimat bahasa Arab. (3) Untuk mengetahui bagaimana kemampuan siswa dalam memahami maf’ul bih dalam kalimat bahasa Arab. (4) Untuk mengetahui bagaimana kemampuan siswa dalam memahami kalimat bahasa Arab di Pondok Pesantren al-Huda Bonggah Ploso Nganjuk. 

Prosedur Penelitian: 1. Pola penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. 2. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh dari santri yang ada sedang pengambilan sampelnya dengan menggunakan random sampling dengan sampel sebanyak 20 santri. 3. Sumber data: Pertama, responden, terdiri dari Bapak Kyai dan para guru serta para santri. Kedua, dokumentasi, berupa data yang ada di Kantor Pondok Pesantren Al-Huda Bonggah Ploso Nganjuk. 4. Variabel penelitiannya adalah variabel tunggal, yaitu “Kemampuan siswa dalam memahami kalimat bahasa Arab”. 5. Teknik pengumpulan data: observasi, interview, dokumentasi dan angket.

Hasil penelitian: (1) Kemampuan siswa dalam memahami kalimat fi'il dalam bahasa Arab adalah 60%. (2) Kemampuan siswa dalam memahami kalimat fa'il dalam bahasa Arab adalah 70%. (3) Kemampuan siswa dalam memahami maf’ul bih dalam kalimat bahasa Arab adalah 75%. (4) Jadi kemampuan siswa dalam memahami kalimat adalah 68%.

Filenya ada disini

Agama Dalam Masyarakat Majemuk Perspektif Hindu Dharma

Indonesia adalah negara yang bercorak plural dalam berbagai dimensinya. Sesanti Bhinneka Tunggal Ika mengandung makna kemajemukan etnik, agama, bahasa, ras, maupun golongan yang membentuk dan memperkaya khazanah kehidupan dalam negara kesatuan Republik Indonesia.

Dari satu sisi, kemajemukan tersebut dapat menjadi identitas yang menggerakkan dan mempersatukan seluruh komponen bangsa. Tetapi, dari sisi yang lain kemajemukan juga memiliki potensi pemicu konflik atau pertikaian yang dapat menggiring lndonesia ke arah disintegrasi bangsa. Hal ini sangat mungkin terjadi apabila kemajemukan tersebut tidak dikelola secara bijaksana, apalagi kemajemukan tersebut tidak diintegrasikan ke dalam jiwa dan semangat untuk mempersatukan seluruh komponen anak bangsa dalam wadah suatu negara.

Salah satu corak plural yang krusial dan strategis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah Pluralisme agama yang tumbuh dan berkembang di persada nusantara. Islam, Katholik, Kristen, Hindu, Budha, maupun Khonghucu adalah religi yang memberi jiwa dan tuntunan suci bagi masing-masing pemeluknya dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Agama menjadi pedoman dan penuntun hidup bagi pemeluknya untuk mencapai kesejahteraan yang sejati dalam kehidupan di alam nyata dan untuk menggapai kebahagiaan yang abadi di alam langgeng.

Lengkapnya disini

Relevansi Tradisi Tingkeban Pada Upacara Ketujuh Dari Umur Kandungan Terhadap Hukum Islam

M. Mukhlisin, NIM: 02210018. 2006. Relevansi Tradisi Tingkeban Pada Upacara Ketujuh Dari Umur Kandungan Terhadap Hukum Islam (Kasus di Desa Gebangsari Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto). Skripsi. Fakultas Syari’ah Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhsiyah. Universitas Islam Negeri Malang.
Dosen Pembimbing: Drs. Robin, M.Hi
Kata Kunci: Tradisi tingkeban dan hukum Islam

Dalam masyarakat Gebangsari sebagai bagian dari kalangan orang Jawa masih terdapat muslim yang benar-benar berusaha untuk menjadi muslim yang baik, dengan menjalankan perintah agama dan menjauhi larangannya. Disamping itu juga terdapat orang-orang yang mengakui bahwa diri mereka adalah muslim, akan tetapi dalam kesehariannya sering kali tampak bahwa ia masih kurang berusaha untuk menjalankan syari’at agamanya, sehingga dalam hidupnya sangat diwarnai oleh tradisi dan kepercayaan lokal. Ada juga kelompok yang bersifat moderat, mereka berusaha mengamalkan ajaran-ajaran Islam dengan baik, tetapi juga mengapresiasi dalam batas-batas tertentu terhadap budaya dan tradisi lokal. Begitu juga mengenai tradisi tingkeban yang masih dijalankan oleh masyarakat Gebangsari Kecamatan Jatirejo Kabupaten Mojokerto dalam menghadapi siklus kehidupan, dalam pelaksanaannya masih banyak menggunakan simbol-simbol adat Jawa tetapi juga menggunakan doa-doa dalam ajaran Islam, yang memungkinkan saling berkonfrontasi. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apa makna tradisi tingkeban yang masih dijalankan masyarakat Gebangsari dan bagaimana relevansinya terhadap nilai-nilai ajaran dan hukum Islam. 

Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologis yang memfokuskan kajiannya pada fenomena tradisi tingkeban yang terjadi di masyarakat Gebangsari. Untuk membantu penyusunan skripsi ini, data diambil melalui metode observasi dan wawancara yang selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif dan juga akan dianalisis dengan metode komparatif, kemudian disusun dengan menggunakan metode induktif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tradisi tingkeban mempunyai makna agar ibu yang mengandung dan bayi yang akan dilahirkan memperoleh keselamatan tanpa ada kesulitan, oleh karena itu dalam pelaksanaannya diadakan slametan. Di samping itu terjadi perubahan pemahaman terhadap makna pelaksanaan tradisi tingkeban oleh masyarakat Gebangsari, hal ini dibuktikan dengan hilangnya hal-hal yang berbau syirik dan bersifat simbolik bagi masyarakat Jawa, serta masuknya nilai-nilai ajaran Islam. Tujuan dari slametan dalam tradisi tingkeban yang awalnya dipandang sebagai sesajian dalam kerangka budaya Jawa yang animistis berubah menjadi kerangka budaya Islam, yaitu dengan tujuan shadaqâh.

Makna tradisi tingkeban adalah sebagai doa yang dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar bayi yang dikandung memperoleh keselamatan. Relevansi tradisi tingkeban terhadap hukum Islam yaitu, dengan menggunakan metode ‘Urf atau al-Adah, maka tradisi ini boleh dilakukan karena tidak bertentangan dengan syari’at Islam dan dapat menimbulkan maslahah dalam masyarakat, yaitu terciptanya kerukunan dan kesejahteraan.

Donlotnya disini

Kerukunan Antar Umat Beragama Perspektif Konghucu

Diskusi kerukunan antar umat beragama merupakan niat baik yang layak disambut baik pula oleh seluruh komponen anak bangsa Indonesia, yang terdiri atas berbagai keyakinan agama1 dan kepercayaan. Samuel P. Huntington dalam bukunya “The Clash of Civilization and the Remarking of World Order” memperingatkan bahwa benturan antar peradaban sangat besar pengaruhnya terhadap perdamaian dunia, dalam kancah dunia internasional, peradaban merupakan “pengaman” terpenting dalam mencegah terjadinya perang dunia.

Sejarah manusia adalah sejarah peradaban itu sendiri dan manusia adalah makhluk (ber) budaya; Agama adalah karakteristik utama yang mencirikan sebuah peradaban, bahkan Christopher Dowson menyatakan bahwa agama-agama besar adalah bangunan-bangunan dasar bagi peradaban-peradaban besar.

Maka dengan demikian, setiap dialog bisa menjadi titik awal untuk merintis kerukunan antar seluruh umat beriman di tanah air Indonesia. Ini bisa dimulai dari masing-masing kita sebagai bagian bangsa Indonesia, untuk dan dengan kebersamaan, kita cari solusi bersama mengatasi konflik mewujudkan harmoni dengan penuh kedamaian. Karena pada hakikatnya insan di dunia adalah bersaudara (sesama umat Tuhan), sebagaimana tersurat di dalam Kitab Suci Su Si, yang berbunyi: “Di Empat Penjuru Lautan, Kita semua Bersaudara

Donlot disini

Agama Atau Komunikasi Iman? Telaah Kurikulum Bidang Studi Agama

Kesan saya, pelajaran agama yang diajarkan di sekolah-sekolah lebih banyak bersifat ritual, dogmatik dan masih berkisar pada pengajaran tentang persoalan hukum-hukum, aturan-aturan, larangan-larangan (halal-haram). Pelajaran agama yang demikian kurang menyentuh hal yang sangat mendasar yang berkaitan dengan persoalan iman, harapan, dan kasih (roh yang melatar belakangi segala hukum maupun larangan). Tekanan pengajaran agama masih pada having a religion bukannya being religious. Orientasi pelajaran semacam itu masih menekankan sifat kesalehan individual daripada kesalehan sosial. Orang yang beragama belum tentu beriman dan bertakwa tetapi justru ada orang yang tidak beragama hidupnya lebih beriman dan bertakwa. Persoalannya, bagaimana agama diajarkan di sekolah mampu membebaskan murid dari kesempitan ritualitas, kepicikan dan fanatisme buta?

Agama yang diajarkan di sekolah seharusnya mampu membuka wawasan anak didik untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan. Dalam hal ini, ada baiknya kalau kita mengingat kembali apa yang dikatakan oleh Soedjatmiko mengenai pendidikan. Dia mengatakan, bahwa agama seharusnya mampu mewujudkan kembali konfigurasi nilai. Apa yang dimaksud oleh Mas Koko --begitu panggilan akrab Soedjatmiko-- agama bertugas merajut nilai-nilai kemanusian yang menjadi dasar keimanan dan ketakwaan.

Donlot disini

Hadis Mutawatir Dan Ahad ( Kriteria, Macam-macamnya dan Kedudukannya )

Proses kodifikasi yang dilakukan oleh para ahli Hadist, terlebih dahulu harus melalui proses yang dinamai riwayat al-hadist, yang memiliki tiga dimensi kegiatan . Kegiatan tersebut adalah: a) penerimaan hadis oleh perawinya, b) penyampaian hadis kepada orang lain , c) penyandaran hadis tersebut pada rangkaian periwayatannya dengan bentuk tertentu. Dimensi ketiga inilah yang lazim disebut sanad atau isnad, yang memiliki mutan prioblematik dalam proses kerjanya. 

Problematika tersebut tercermin manakala seseorang penerima hadis dari seorang periwayat, akan tertapi dia tidak menyapaikan hadis itu kepada orang lain, maka dia tidak dapat disebut sebagai orang yang telah meriwayatkan hadis. Sekiranya orang tersebut meriwayatkan hadis yang telah diterimanya dari orang lain, maka orang tersebut juga tidak dapat dinyatakan sebagai orang yang telah melakukan periwayatan hadis.

Dalam proses kodifikasi hadis, didapati bahwa hadis itu tidak sama tingkatannya, dikarenakan kekuatan sanad-nya.1 Oleh karena itu kita perlu memperhatikan martabat-martabatnya dan pendapat para ulama’ mujtahid tentang keduduikan hadis tersebut untuk berhujjah. Dalam kaitan ini Jumhur Ulama’ membagi hadis ini dari segi bilangan riwayatnya menjadi tiga, yaitu Mutawatir, Masyhur dan Ahad.2 Adapun dari segi pertalian sanad-nya, Hadis tersebut dibagi menjadi empat bagian3 yaitu Mutawatir, Masyhur, (Mustafidl), ahad ( khahshah) dan Mursal (muqothi’).

Donlot disini

Visi, Misi Dan Kompetensi Manajer Pendidikan Islam Menghadapi Tantangan Global

Dalam sebuah organisasi, adanya visi dan misi dipandang sangat penting untuk menyatukan persepsi, pandangan dan cita-cita, harapan dan bahkan impian-impian semua pihak yang terlibat di dalamnya. Keberhasilan dan reputasi organisasi sangat tergantung pada sejauh mana misi yang diembannya dapat dipenuhi. Oleh karenanya diperlukan visi dan misi yang jelas yang dapat memberikan motivasi dan kekuatan gerak untuk mencapai prestasi menuju masa depan dengan berbagai keunggulannya.

Dalam sistem manajemen dan kepemimpinan pendidikan Islam, keberadaan visi dan misi menempati posisi penting. Visi harus dirumuskan lebih awal yang kemudian dituangkan dalam misi yaitu program-program dan kegiatan-kegiatan untuk mewujudkan visi tersebut, dan lebih jauh ialah disusun program aksi di dalam sebuah rencana yang matang dan fleksibel untuk dapat dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu secara bertahap. Pentingnya visi dan misi tersebut, seperti yang digambarkan oleh Tilaar (2000: 159) berikut ini ;

Donload disini

Membaca Sejarah Untuk Membuat Sejarah

Secara normatif, sejarah selalu dikaitkan dengan masa lalu. Ia merefleksikan masa lalu dan menghidangkannya ke hadapan kita sebagai sekumpulan dongeng yang nyaris tidak memiliki arti apa-apa. Padahal, sejarah sebagai ilmu baru akan mempunyai arti jika ia membantu kita untuk memahami manusia, baik yang hidup di masa sekarang maupun masa depan, dan pemikiran-pemikiran yang dikembangkannya. Dalam tulisan ini berusaha merefleksikan perjalanan sejarah umat Islam dari masa ke masa, sejak zaman klasik sampai moderen, kemudian mengkonsepsikan sejarah masa depan di melinium ketiga ini.

Babakan pertama dalam sejarah Islam, yang dikenal sebagai zaman klasik, diawali dengan ‘fase pembentukan agama’ oleh Rasulullah yang didalamnya mencakup kegiatan pembentukan aqidah dan pemantapannya serta pengamalan ibadah di kalangan umat Islam, setelah Rasulullah menerima wahyu pertama dan wahyu-wahyu berikutnya kemudian Nabi memperkenalkan Islam pada masyarakatnya (di Mekah) berdasarkan wahyu tersebut. Fase berikutnya adalah ‘fase pembentukan negara’. Ini dimulai ketika Rasulullah hijrah ke Yasrib, di sini beliau mengkonsolidasi masyarakat Yasrib yang terdiri dari beberapa kabilah dan para muhajirin sendiri untuk mendirikan suatu komunitas atau negara yang kemudian disebut sebagai negara Madinah (madany), dari sinilah diawali bentuk pemerintahan dalam Islam yang demokratis dan egaliter yang merupakan embrio lahirnya sistem pemerintahan yang demokratis dan sering dijadikan sebagai rujukan dan cermin sistem pemerintahan termasuk di negara kita, Indonesia yang sedang mencari jati diri sistem kenegaraannya. Berikutnya adalah ‘fase pra-ekspansi, diawali dengan fase konsolidasi oleh Abu Bakar, ia harus menghadapi suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi pada Madinah, mereka ingkar (murtad) terhadap perjanjian yang telah dibuat, setelah permasalah dalam negeri di selesaikan, kemudian menginjak pada fase pembuka jalan dengan mengirim kekuatan-kekuatan ke luar Arabia, antara lain ke Irak (Byzantium), dan ke Suria (Iran). setelah terbuka jalan, berikutnya adalah fase pemerataan jalan yang dilakukan oleh Umar bin Khattab, pada masa ini gelombang ekspansi pertama terjadi, kota Damascus jatuh di tahun 635 M, Byzantium di kuasai, demikian juga Suria, dan Mesir. Fase berikutnya adalag Fase Jalan Buntu, yaitu pada zaman Utsman bin Affan. Meskipun pada zaman ini berhasil menguasai Tripoli, Ciprus dan beberapa daerah lain tetapi gelombang ekspansi pertama (rintisan-rintisan ekspansi) berhenti sampai disini, karena dikalangan umat Islam mulai terjadi perpecahan, dan kekacauhan sampai pada terbunuhnya Ustman sendiri.

Donload disini

Mengoptimalkan Fungsi Keluarga Sebagai Institusi Pendidikan Luar Sekolah

Pendidikan dalam Islam memperoleh tempat dan posisi yang sangat tinggi, karena melalui pendidikan orang dapat memperoleh ilmu, dan dengan ilmu orang dapat mengenal Tuhannya, mencapai Ma’rifatullah. Peibadatan seseorang juga akan hampa jika tidak dibarengi dengan ilmu tentang peribadatan itu, demikian juga tinggi-rendahnya derajat seseorang, disamping iman, juga sangat ditentukan oleh kualitas keilmuan (kearifan) seseorang. Demikian menentukan ilmu itu, sehingga pendidikan, sebagai sebuah proses perolehan ilmu itu, menjadi sangat penting. Dan oleh karena itu, proses pencarian ilmu itu (baca; pendidikan) harus terus menerus dilakukan, dimana dan kapanpun berada.
Pendidikan dalam Islam dipahami sebagai sebuah proses transformasi dan internalisasi nilai-nilai ajaran Islam terhadap peserta didik, melalui proses pengembangan fitrah manusia agar memperoleh keseimbangan hidup dalam semua aspeknya (Muhaimin, dkk, 1993:136). Dengan demikian fungsi pendidikan Islam pada hakekatnya adalah proses pewarisan nilai-nilai budaya Islam untuk mengembangkan potensi manusia, dan sekaligus proses produksi nilai-nilai budaya Islam baru sebagai hasil interaksi potensi dengan lingkungan dan konteks zamannya. Oleh karena itu kunci keberhasilan umat Islam, agar mampu menangkap ruh ajaran islam yang sesungguhnya dan selalu konteks dengan kehidupan tiada lain adalah melalui proses pendidikan. Fazlur Rahman (1996:36-37), mengatakan bahwa setiap reformasi dan pembaharuan dalam Islam harus dimulai dengan pendidikan, demikian juga Mastuhu (1994:1) juga berpendapat bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki daya akal dan kehidupan, maka ia harus membentuk peradaban dan memajukan kehidupann melalui proses pendidikan.
Demikian pentingnya pendidikan itu sehingga harus dilakukan secara terus-menerus oleh manusia sampai akhir hayatnya. Islam telah memberikan konsep tentang pendidikan seumur hidup jauh sebelum lahirnya konsepsi tentang “pendidikan luar sekolah” dengan life long education-nya (Lihat Soelaiman Joesoef, 1979;17). Dalam sebuah hadis telah di-isyaratkan bahwa proses pendidikan tersebut harus dilakukan sejak anak itu dilahirkan (min al-mahdi) sampai ia meniggal (ila al-lahdi), lebih jauh dari itu jika kita analisa Qs. Al-A’raf, ayat 172, mengisyaratkan bahwa proses pendidikan tersebut dilakukan mulai dari periode “alastu birabbikum” (periode dalam kandungan) sampai pada periode “yurjaun” (periode ketika manusia dibangkitkan kembali), hal tersebut mengisyaratkan bahwa kehidupan manusia adalah merupakan sebuah proses kontinuitas antar periode yang masing-masing periode tersebut mempunyai implikasi kausalitas. 
Donload disini

Islamisasi Ilmu Pengetahuan

Perdebatan di seputar apakah ilmu pengetahuan bebas nilai atau tidak, masih menjadi obsesi kaum ilmuwan. Islam sebagai sebuah sistem nilai, seharusnya memberi makna dan etika dalam ilmu pengetahuahn. Tapi sayangnya, Islamisasi ilmu pengetahuan baru sekedar upaya menerapkan etika Islam dalam pemanfaatannya. Padahal, Islamisasi tersebut harus mampu merombak dan masuk pada struktur terdalamnya. Dengan demikian Islamisasi ilmu pengetahuan harus dimaknai sebagai usaha pengembalian ilmu pengetahuan pada jalur yang semestinya--yang sebelumnya telah “dinodai” oleh sekularisme dan materialisme—sehingga ia menjadi berkah dan rahmat kepada manusia dan alam, bukan malah sebaliknya membawa mudlarat.

George Sarton, dalam karyanya sebanyak lima jilid yang mengungkap tentang Sejarah Ilmu Pengetahuan, membagi sejarah tentang prestasi di bidang ilmu pengetahuan dalam terma zaman; tiap zaman berjangka waktu sekitar setengan abad, dan diasosiasikan dengan seorang tokoh utama. Maka antara tahun 450-400 SM, Sarton menamakan zaman Plato; kemudian diikuti zaman Aristoteles, Euclides, Archimedes, dan seterusnya. Dari tahun 600-700 M, terkenal sebagai zaman China dengan tokoh Hsiin Tsang dan I Ching, sedang dari tahun 750-1100 M, kurang lebih 350 tahun secara berkesinambungan, Sarton menulis secara berurutan tokoh-tokoh Jabir, Khawarizmi, Razi, Masudi, Wafa, Biruni, Ibn Sina, Ibnul Haitham dan Umar Khayam. Setelah tahun 1100 baru muncul nama-nama Barat untuk pertama kalinya, diwakili Gerardo di Cremona, Roger Bacon; Namun kehormatan ini pun harus dibagi selama 350 tahun berikutnya dengan tokoh-tokoh seperti Ibn Rusdy, Nasirudin, Tusi, dan Ibn Nafis. Jadi tiga setengah abad sebelum tahun 1100, atau totalnya enam abad, intelektual Muslim memainkan peran dominan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, sebagai wujud dari kepatuahn mereka dalam melaksanakan perintah ayat-ayat al-Qur’an—yang menurut Muhammad Ijul Khatib dari Damascus, terdapat 750 ayat menegur orang mu’minin untuk mempelajari alam semesta, untuk berfikir, dan menjadikan kegiatan ilmiah sebgai suatu yang tidak terpisahkan dari kehidupan integral umat. (Abdus Salam, 1982; 16)

Download disini

Hubungan Antara Kata Kerja (Fi'il) Ditinjau Dari Waktu Pelaksanaan Pekerjaan Dengan Kata Ganti (Dlamir) Dalam Bahasa Arab

Eva Lutfieningsih, NIM: 3212993010, 2003, Hubungan Antara Kata Kerja (Fi'il) Ditinjau Dari Waktu Pelaksanaan Pekerjaan Dengan Kata Ganti (Dlamir) Dalam Bahasa Arab, Skripsi, Program Studi: Pendidikan Bahasa Arab, Jurusan: Tarbiyah, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Tulungagung, Pembimbing: Ahmad Muhtadi Anshor, M.Ag.

Permasalahan Penelitian: 1. Bagaimana fi'il (kata kerja) khususnya ditinjau dari waktu pelaksanaan pekerjaan dalam bahasa arab dan bagaimanakah penerapannya dalam kalimat? 2. Bagaimana dlamir (kata ganti) dalam bahasa arab dan bagaimana penerapannya dalam kalimat? 3. Bagaimana hubungan antara fi’il (kata kerja) khususnya ditinjau dari waktu pelaksanaan pekerjaan dengan kata ganti (dlamir) dalam kalimat bahasa arab? 4. Bagaimana implikasi temuan terhadap pengajaran Bahasa Arab?

Tujuan Penelitian: 1. Untuk mengetahui pemakaian kata kerja (fi’il) khususnya ditinjau dari waktu pelaksanaan pekerjaan dalam bahasa Arab. 2. Untuk mengetahui pemakaian kata ganti (dlamir) dalam bahasa Arab. 3. Untuk mengetahui hubungan (kelebihan) antara kata kerja (fi’il) khususnya ditinjau dari waktu pelaksanaan pekerjaan dengan kata ganti (dlamir) dalam kalimat bahasa Arab. 4. Untuk mengetahui implikasi temuan terhadap pengajaran Bahasa Arab.

Prosedur Penelitian: 1. Pola Penelitian: Library research. 2. Variabel Penelitian: Fi'il (kata kerja) ditinjau dari waktu pelaksanaan pekerjaan serta penerapannya dan dlamir (kata ganti) serta penerapannya. 3. Metode Pengumpulan Data: Diperoleh dari buku-buku, jurnal penelitian, majalah, buletin, surat kabar dan terbitan-terbitan resmi pemerintah atau lembaga-lembaga dalam bentuk kepustakaan. 4. Metode Analisa Data: a. Deduktif. b. Induktif. 

Hasil Penelitian: (1). Ditinjau dari segi waktu pelaksanaannya makna kata kerja (fi'il) terbagi menjadi 3 (tiga) bagian yaitu 1) masa yang telah lalu (fi’il madly), 2) masa sekarang atau yang sedang berlangsung, masa yang akan datang (mustaqbal)(fi’il mudlari), 3) Kata kerja perintah. (2) Kata ganti (dlamir): yaitu isim ma’rifah (devinitive) yang menunjukkan orang pertama (pembicara) atau orang kedua (orang yang diajak bicara) atau orang ketiga (orang/sesuatu yang dibicarakan), Kata ganti (dlamir) dalam bahasa Arab dapat diklasifikasikan ada 2 macam: Dlamir dzahir (muttasil dan munfasil) dan dlamir mustatir (wujuban dan jawazan). (3). Setiap kata kerja (fi'il) itu harus selalu ada fa’ilnya, kalau fa’il itu sudah jelas disebutkan, berupa isim dzahir atau masdar mua’awal maka itulah fa’ilnya dan kalau tidak maka fa’ilnya bisa berupa salah satu di antaranya dlamir-dlamir yang berada/bersambung dengan fi'il. Bila fa’ilnya (dlamir) berjenis perempuan, maka fi'ilnya juga harus mu’annats. Bila fa’ilnya mutsanna atau jama’, maka fi'il dalam keadaan mufrod (tunggal). Kata ganti (dlamir) berkedudukan sebagai maf’ul bih. 4. Implikasinya terhadap pengajaran bahasa Arab yaitu: a. Menghindari dari kesalahan dalam pengucapan maupun tulisan. b. Supaya murid dapat mengambil ringkasan hukum dari ilmu nahwu/sharaf. c. Mempermudah pemahaman siswa dalam kalimat bahasa Arab secara baik dan benar.

Donload disini

Peran Nahdlatul Ulama Dalam Pemberdayaan Civil Society

Hakim, Lutfi M. 2006. Peran Nahdlatul Ulama dalam Pemberdayaan Civil Society (Studi Kasus di Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kabupaten Banyuwangi), Skripsi, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Universitas Islam Negeri Malang. Pembimbing, Abdul Aziz, M.Pd

Kata kunci: Nahdlatul Ulama, Pemberdayaan, Civil Society.

Ulama mempunyai posisi dan peran yang sangat strategis dalam pemberdayaan umat, demi terciptanya tatanan sosial yang ideal dan madani, baik secara vertikal maupun horizontal. Ulama secara organisatoris mempunyai wadah untuk merealisasikan nilai-nilai ke-Islaman dan ke-Indonesiaan kedalam tiap-tiap individu. Wadah tersebut adalah Nahdlatul Ulama yang merupakan organisasi keagamaan dan kemasyarkatan. sehingga ulama tidak hanya menekankan hala-hal spiritualitas, akan tetapi dapat menginternalisasikan nilai-nilai ketuhanan, seperti keadilan (al-’adalah), kesetaraan (al-musawah) dan kemerdekaan (al-hurriyah).

Secara fungsional ulama yang merupakan warasatul anbiya’ wal mursalin, dan mempunyai dua dimensi ibadah; dimensi ubudiyah dan dimensi muamalah sehingga ada balance dan sinergi diantara keduanya. Karena manifestasi dari iman adalah etos kerja dan amal sholeh. Sehingga ulama harus ada digarda depan dalam mengemban amanah Allah dan mengentaskan kebodohan, ketertindasan, kemiskinan, imperealisme budaya, dan tindakan amoral serta berbagai problem yang menghimpit masyarakat.

Dalam skripsi ini, peneliti mendiskripsikan tentang peran Nahdlatul Ulama kabupaten Banyuwangi dalam pemberdayaan civil society, dan pokok dari pembahasan itu meliputi: 1). Usaha Nahdlatul Ulama cabang Banyuwangi dalam pemberdayaan civil society, pemberdayaan yang dilakukan meliputi empat aspek: a). Aspek sosial, b). Aspek politik, c). Aspek ekonomi, dan d). Aspek Pendidikan. 2). Hambatan yang ada dalam “diri” Nahdlatul Ulama cabang Banyuwangi dalam pemberdayaan civil society.

Dalam mengkaji tentang peran Nahdlatul Ulama cabang Banyuwangi dalam pemberdayaan civil society, peneliti melakukan kajian secara teoritis tentang gerakan Nahdlatul Ulama, meliputi: 1). Sejarah lahirnya Nahdlatul Ulama, 2). Peran Nahdlatul Ulama dalam aspek sosial, politik, ekonomi, dan pendidikan. Dan kajian teori tantang konsep civil society, meliputi: 1). Definisi civil society, 2). Karakteristik civil society, 3). Pertumbuhan dan perkembangan civil society. Dan, Nahdlatul Ulama sebagai organisasi kemasyarakatan dan orientasinya dalam pemberdayaan civil Society.

Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif. Dan teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi: 1) pengamatan, 2). Wawancara, 3. Dokumentasi. Dalam penelitian yang dilakukan, melalui beberapa tahap: 1). Tahap orientasi, 2). Tahap pelaksanaan awal penelitian, 3). Tahap pengolahan atau analis data, 4). Tahap perumusan kesimpulan. Dengan menggunakan teknik dan tahapan dalam penelitian, dimaksudkan untuk mengetahui tentang sejarah berdirinya Nahdlatul Ulama cabang Banyuwangi, visi dan misi, program kerja, serta usaha dan hambatan Nahdlatul Ulama cabng Banyuwangi dalam pemberdayaan civil society, pemberdayaan yang meliputi aspek sosial, politik, ekonomi, dan pendidikan. Adapun proses analisa data, peneliti mencatat kondisi internal Nahdlatul Ulama kabupaten Banyuwangi, kemudian dianalisis menjadi teks tertulis, kemudian diinterpretasikan dengan seluruh data hasil penelitian, baik dari hasil pengamatan, wawancara atau data dari dokumentasi.

Dari hasil penelitian yang penulis lakukan, dapat diperoleh kesimpulan, bahwa usaha yang dilakukan oleh Nahdlatul Ulama cabang Banyuwangi dalam pemberdayaan aspek sosial dan politik, dengan cara membangun kondisi sosial yang mandiri, dan menumbuhkan berpikir kritis terhadap perkembangan politik bagi masyarakat. Adapun dari aspek ekonomi adalah dengan mengupayakan pertumbuhan ekonomi kaum dhu’afa. Sedangkan dalam aspek pendidikan adalah, dengan cara mengadakan kerjasama dengan institusi terkait, mengadakan penataran dibidang pendidikan, dan membangun konsep pendidikan yang sistematis. Dari semua peran yang dilakukan oleh Nahdlatul Ulama cabang Banyuwangi merupakan usaha untuk membangun tatanan sosial yang ideal. Sedangkan hambatan yang dihadapi dalam peran pemberdayaan civil society, berasal dari faktor intern dan ekstern organisasi.

Rekomendasi yang di ajukan peneliti adalah, Nahdlatul Ulama cabang Banyuwangi diharapkan terus berusaha meningkatkan kualitas dibidang pendidikan, memberikan tawaran menarik bagi pengusaha kecil, dan menjaga kekompakan antar pengurus.

Download file disini

Penerapan Pendidikan Agama Islam Dalam Lingkungan Keluarga

Pendidikan didalam keluarga adalah pendidikan fundamen atau dasar dari pendidikan anak selanjutnya. Pendidikan agama merupakan pendidikan yang pertama dan utama yang sangat dibutuhkan bagi anak. Dimana hal tersebut secara langsung berpengaruh terhadap perilaku dan perkembangan anak. Sedangkan pendidikan agama pada anak keluarga muslim merupakan awal pembentukan kepribadian, baik atau buruk kepribadian anak tergantung pada pendidikan serta lingkungan yang mengasuhnya. Oleh karena itu, sebagai keluarga muslim, orang tua mempunyai kewajiban memberikan pendidikan dan bimbingan kepada anak. Mengingat pentingnya pendidikan agama, maka orang tua harus mempunyai pengetahuan yang cukup dalam menegakkan pilar-pilar pendidikan agama dalam keluarga.

Dengan demikian masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah: Bagaimana strategi penerapan pendidikan agama pada anak keluarga muslim, faktor-faktor penunjang dan penghambat dalam pelaksanaan pendidikan agama pada anak keluarga muslim, disertai dengan solusi yang dapat dilakukan dalam mengatasi hambatan tersebut. Sedangkan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendiskripsikan serta menjawab permasalahan diatas.

Dalam pembahasan skripsi digunakan pendekatan teoritis dan empiris. Teoritis bersumber pada kepustakaan dan empiris dilakukan dengan mencari, mengamati, dan mengolah data dari lapangan, yang mengambil obyek di Desa Sonorejo Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri. Penelitian ini menggunakan metode induktif dan deduktif, dan pengumpulan datanya menggunakan metode interview, observasi, angket, serta dokumentasi. Sedangkan teknik analisis datanya menggunakan analisis diskriptif kualitatif yang ditunjang dengan pemakaian teknik prosentase, yang rumusnya sebagai berikut:
P= x 100%
Hasil penelitian secara ringkas menunjukkan bahwa pelaksanaan pendidikan agama pada anak keluarga muslim di Desa Sonorejo Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri sudah bisa dikatakan baik. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya sikap orang tua yang selalu memperhatikan dan memerintahkan anaknya untuk melaksanakan sholat, memberikan materi pendidikan aqidah, ibadah dan akhlak dengan menggunakan metode pembiasaan dan metode lainnya, serta memberikan contoh atau teladan yang baik kepada anak-anaknya.

Sedangkan faktor penghambat dalam pelaksanaan pendidikan agama pada keluarga muslim adalah dari dalam keluarga yaitu minimnya pengetahuan orang tua tentang agama, dan kesibukan orang tua bekerja diluar rumah. Dari faktor luar rumah yaitu pengaruh media massa (elektronik dan cetak).

Sedangkan untuk saran, penulis menyarankan kepada semua keluarga muslim untuk mengatasi hambatan-hambatan yang dialaminya dengan banyak membaca buku-buku agama atau bertanya kepada ahli agama, serta mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan.

Download file disini

Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Mengembangkan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Kepemimpinan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam manajemen berbasis sekolah. Kepemimpinan berkaitan dengan masalah kepala sekolah dalam meningkatkan kesempatan untuk mengadakan pertemuan secara efektif dengan para guru dalam situasi yang kondusif. Prilaku kepala sekolah harus dapat mendorong kinerja para guru dengan menunjukkan rasa bersahabat, dekat dan penuh pertimbangan terhadap guru baik secara individu maupun sebagai kelompok (Mulyasa, 2003: 107). 

Kepala sekolah sebagai pimpinan di lingkungan sekolah tidak hanya wajib melaksanakan tugas administratif. Namun juga menyangkut tugas bagaimana mengatur seluruh program sekolah. Dia harus mampu memimpin dan mengarahkan aspek-aspek baik administratif maupun proses kependidikan di sekolahnya. Sehingga kepemimpinan di sekolah harus digerakkan sedemikian rupa sehingga pengaruh prilakunya sebagai orang yang memegang kunci dalam perbaikan administratif dan pengajaran harus mampu menggerakkan kegiatan-kegiatan dalam rangka inovasi di bidang pengajaran.

Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah dapat mewujudkan misi dan visi, tujuan dan sasaran sekolah melalui program yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Maka dari itu kepala sekolah dituntut untuk memiliki kemampuan manajemen dan kepemimpinan yang tangguh agar mampu mengambil keputusan dan prakarsa untuk meningkatkan mutu sekolah.

Download file disini

The Effectiveness Of The Application Of Competency - Based Curriculum Of English On The First Class At SMPN 3 Tulungagung

Anisa’ Dwi Nurhayati. 3213003011, The Effectiveness of The Application of Competency-Based Curriculum of English on The First Class At SMPN 3 Tulungagung 2004/2005, Thesis, Submitted to The English Department of STAIN Tulungagung, Advisor Drs. H. Munardji, M.Ag, 2005

Key Word: Competency- Based Curriculum

Statement of problem: 1.How is application of the Competency-Based Curriculum of English on the first class at SMPN 3 Tulungagung? 2. How is the effectiveness application of the Competency-Based Curriculum of English on the first class at SMPN 3 Tulungagung?

Significance of study: 1. Theoretically, the result of this research is expected to give contribution of understanding about the effectiveness of the application of Competency-Based Curriculum of English on the first class at SMPN 3 Tulungagung. 2. Practically, the result of this research is expected to be useful for: a. The Headmaster as feed back to give suggestion and motivation to the teachers and the students’ in teaching-learning process. b. The English teacher as feed back to improve and select good method in teaching-learning process utilizes Competency-Based Curriculum in order to make the students’ achievement better. c. The students as feed back to improve their positive attitude in studying English course to get good result. d. The writer as feed back to enrich understanding about English course especially the effectiveness of the application of Competency-Based Curriculum of English on the firs class. 

Research Method: The object location: at SMPN 3 Tulungagung. Instrument of research: Researcher represents. Data source: a. primary data: Headmaster and proxy, English teacher, BK Teacher, Advisors, TU staff, Library staff and student, b. secondary data: personal document, memo or note, photo and formal document. Collecting data: observation technique, open interview and documentation study. Data analysis: Reduce data, subdividing of data, take conclusion and certification.

The result of study: Competency-Based Curriculum of English on the first class at SMPN 3 Tulungagung has been implemented well during one school year what have been wanted in concept of Competency-Based Curriculum in English study of application have truly though accompanied with small constraints. So affectivities application of Curriculum Based Competency-Based Curriculum of English has proven at SMPN 3 Tulungagung.

Download file HERE

Kontribusi Khutbah Jum'at Dalam Pembinaan Kerukunan Antar Umat Beragama di Masyarakat (Studi Kasus Di Desa Tlogosari Kecamatan Donomulyo Kabupaten Malang)

Verawati, M. Erni. 2006. Kontribusi Khutbah Jum'at dalam Pembinaan Kerukunan Antar Umat Beragama Di Masyarakat (Studi Kasus di Desa Tlogosari Kecamatan Donomulyo Kabupaten Malang). Skripsi, Jurusan Pendidikan Islam Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Malang. Dosen Pembimbing: Drs. H. Muchlis Usman, M.A.

Kata Kunci: Kontribusi Khutbah Jum'at, Kerukunan

Kerukunan antar umat beragama dalam suatu masyarakat akan dapat terjalin jika anggota masyarakatnya menyadari dengan sepenuhnya bahwa perbedaan agama yang ada bukanlah suatu alasan untuk saling membenci dan saling membenarkan diri. Adanya pluralitas agama tersebut yang sudah merupakan sunnatullah seharusnya bisa menjadi suatu pengantar untuk saling memahami dan saling menghormati.

Rasa kekeluargaan yang begitu kental sangat terasa pada masyarakat desa Tlogosari yang terdiri atas beraneka ragama pemeluk agama. Dengan semangat kebersamaan di sana tidak pernah terjadi konflik yang mengatas-namakan agama. Hal itu juga dipengaruhi atas partisipasi beberapa pihak, di antaranya adalah melalui khutbah Jum'at. Dengan seringnya para khatib menyerukan tentang persatuan dan kesatuan masyarakat menjadi lebih paham dan mengerti tentang pentingnya menjaga perdamaian demi kelangsungan hidup bersama. Oleh karena itu penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan judul Kontribusi Khutbah Jum'at Dalam Pembinaan Kerukunan Antar Umat Beragama, adapun jenis penelitian ini adalah studi kasus.

Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan apa saja yang melatar-belakangi timbulnya kerukunan hidup antar umat beragama di desa Tlogosari, (2) Mengetahui apa saja kontribusi khutbah Jum'at dalam pembinaan kerukunan hidup antar umat beragama.

Dalam penelitian ini metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah: (a) Metode Interview yang ditujukan kepada para khatib untuk mengetahui tentang khutbah Jum'at dan beberapa hal yang berhubungan dengan pelaksanaan khutbah.(b) Metode Angket untuk memperoleh informasi dari masyarakat tentang kontribusi khutbah Jum'at dalam pembinaan kerukunan hidup antar umat beragama, (c) Metode Observasi dilaksanakan dengan datang langsung ke lokasi penelitian untuk memperoleh data yang berhubungan dengan permasalahan, (d) Metode Dokumentasi untuk memperoleh informasi dan data lebih lanjut tentang permasalahan yang akan diteliti. 

Dalam skripsi ini populasi yang diambil adalah 200 KK yang diambil dari 4 dusun yang ada di desa Tlogosari. Sedangkan untuk pengambilan sampel penulis mengambil 120 KK dari total populasi. Sedangkan teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah random sampling, dimana pengambilan sampel dilakukan secara acak dan memberikan kesempatan kepada setiap individu untuk bisa dijadikan sampel. Adapun untuk analisa data penulis menggunakan analisa deskriptif untuk data yang bisa dijelaskan dengan uraian, sedangkan untuk data yang bersifat kuantitatif penulis menggunakan analisa prosentase dengan rumus:

P= x 100

dengan keterangan:
P = angka prosentase,
F = frekuensi yang sedang dicari,
N = jumlah frekuensi / banyaknya individu

Dari penelitian tersebut, penulis dapat memperoleh kesimpulan bahwa yang melatar belakangi timbulnya kerukunan di desa Tlogosari adalah: (1) Faktor pendidikan, sebagian besar penduduk yang telah mengenyam pendidikan lebih banyak mengetahui tentang pentingnya menjaga kerukunan antar umat beragama.(2) Kondisi lingkungan, keadaan dan situasi lingkungan yang kondusif dan jauh dari pengaruh sekularisme dan juga isu-isu sara membuat mereka bisa tetap hidup rukun meskipun berbeda keyakinan. (3) Letak geografis, letak desa Tlogosari yang agak terpencil menimbulkan rasa aman dan nyaman karena terhindar dari berbagai macam pengaruh kehidupan di kota besar yang lebih menyuguhkan prinsip individualisme. 


Download file disini

دراسة معانى الاستفهام فى سورة البقرة

بسم الله الرحمن الرحيم

الحمد لله الذى جعلنا من الصالحين سبحنه قد تقدست أسماؤه وحلت صفاته وكانت أفعاله عيون الحكمة أشهد أن لا اله الاالله وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الهادى الى صراط مستقيم. صلوات الله وسلامه على جميع الأنبياء والمرسلين الذين يتمسكون شريعته.
أما بعد، فأن هذا الباب يحتوى على دواعى البحث ومشكلاته وأغراضه وأهمياته وتعريف المصطلحات. ويعرض الباحث هذه الجوانب كلها فيما يأتى:
أ. دواعى البحث
إن اللغة العرابية -فى إندونيسيا- لغة دينية قبل أن تكون لغة علمية ولغة اتصالية (ولو فى حالة محمودة) ولها منزلة هامة حيث إن أعظم سكانها مسلمون وكتاب المسلمين المقدس هو القرأن الكريم مكتوب باللغة العربية وكذالك الأحاديث النبوية والعلوم الاسلامية الأخرى. وإنه لا يخفى على كل مسلم أن يتفقه فى كتاب الله وسنة رسوله صلى الله عليه وسلم والاستفادة من علوم السلف الصالح رضوان الله عليهم يتطلبون منه تعلم اللغة العربية. ورد فى القرأن الكريم "إنا أنزلناه قرئنا عربيا لعلكم تعقلون ". فجعله الله القرأن عربيا فيه الناس ليتفكر وليتدبروا معانيه حتى يدركوا أسراره إشارة إلى معجزاته ومعقولياته التى تلون منهج التفكير المنطقى. واللغة التى تتوافق بهذه الأغراض هى اللغة العربية لا غير.
وفى هذا العصر الحديث لقد تطورت اللغة العربية تطورا باهرا. وظهرت البحوث والمؤلفات عن القرأن الكريم واراد الباحث أن يساهم فى دراسة للكشف عن بعض أسراره بتأليف بحث علمى عن القرأن الكريم. إن هذه العوامل هى التى تدفع الباحث إلى اختار القرأن الكريم موضوعا لبحثه العلمى.

Download file here

Peran Kepemimpinan Kepala Madrasah Dalam Meningkatkan Bacaan Kitab Siswa Di MTs N Lawang

Pendidikan adalah sebuah sarana untuk mencerdaskan bangsa dan pendidikan dimata masyarakat merupakan hal yang paling istimewa dibandingkan hal lain. Pendidikan diharapkan bisa menjadikan bangsa kita Indonesia ini bisa lepas dari keterpurukan baik itu dalam masalah ekonomi atau masalah pendidikan itu sendiri yang konon mutu pendidikan di Indonesia ini masih rendah di mata dunia.

Pendidikan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertagwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti yang luhur, berkepribadian, mandiri, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja, professional, bertanggung jawab dan produktif serta sehat jasmani dan rohani.

Dalam sistem organisasi dan tata kerja penyelenggaraan pendidikan yang bersifat sentralis seperti di Indonesia ini terlihat adanya pembatasan-pembatasan atau pendefinisian fugsi, tugas, tanggungjawab, wewenang dan kebebasan yang ketat diberikan kepada aparat organisasi pelaksana pendidikan ditingkat bawahan, daerah dan lembaga persekolahan.

Disamping segi-segi keunggulan, maka salah satu akibat yang mungkin bisa timbul ialah kurang berkembangnya inisiatif dan kreatifitas maksimal daripada pimpinan dan pelaksana pendidikan pada posisi unit organisasi penerus atau pelaksana. Banyak potensi dan sumber-sumber di dalam masyarakat lingkungan setempat atau daerah yang dapat diefektifkan, tetapi kurang dapat memberikan sumbangan secara maksimal bagi penyelenggaraan dan pembinaan pendidikan. Hal ini berakibat pada beberapa hal, hasil pendidikan yang mungkin dapat dicapai kurang sesuai dengan tuntutan mutu, baik relevansi dan daerah, maupun pembangunan nasional pada umumnya.

Download file Disini
 
Copyright © Celotehan Warung Kopi