Islam dan Pendidikan Agama - Celotehan Warung Kopi

Islam dan pendidikan agama

Islam merupakan agama yang mendapat perhatian besar dan serius, hal ini menunjukan bahwa kehadiran agama sebenarnya sangat diperlukan. Kondisi ini dapat diketahuinya dengan maraknya diskusi para sarjana pendidikan agama di berbagai negara. Seperti juga terjadi di Departemen Pengkajian Agama di perguruan tinggi Universitas Amerika Utara, yang menyampaikan data lapangan yang bersifat umum. Secara tekstual dan ekspresi tingkah laku orang-orang yang beragama dalam konteks para ahli teologi dam ahli sejarah agama. Para sarjana studi agama telah mencoba untuk melupakan sebuah data lapangan yang merupakan perjanjian kedisiplinan atau akurasi. Para sarjana studi agama telah mencoba untuk memberi kesempatan berbuat curang kepada partai politik terhadap data lapangan. Sesuatu yang dimiliki sendiri membuat pluralitas (keberagaman) teori, metode dan data agama. Singkatnya, prinsip studi agama adalah menduga perkara subyektif bukan tradisi kesarjanaan (ilmiah) seperti ditemukan dalam disiplin manusia tradisional, perilaku klasik, ilmu bahasa, filsafat dan sejarah.

Studi-studi Islam dan sejarah agama-agama


Dalam pembahasan ini, Charles J. Adams, mengemukakan sebuah perkiraan hubungan antara sejarah agama dan studi islam, dikatakan juga bahwa alat-alat yang konseptual untuk analisa yang lebih tajam dari tradisi-tradisi islam dan pemahaman yang lebih jelas. Ada dua alasan yang menyebabkan terjadinya hubungan itu, yaitu ;
  • Adanya fakta bahwa sejarawan agama hanya sedikit memberi kontribusi data yang original untuk pertumbuhan ilmu pengetahuan tentang masyarakat islam dan tradisi agama.
  • Tema-tema besar untuk mendominasi pandangan sejarawan agama pada dasawarsa terakhir, sehingga hal ini tidak menguntungkan untuk studi akademik islam sebagai agama.

Adapun unsur lain yang sering diperdebatkan dalam rangka mencoba untuk melaksanakan pendekatan yang seragam, terhadap kebudayaan yang berbeda terhadap masalah yang mengitari hubungan pengamat dan yang diamati. Sikap jujur dan tidak terpengaruh sering tidak mendapat perhatian yang cukup dan ada bukti yang kuat untuk menyarankan bahwa agama telah berubah dibawah pengaruh studi secara akademik, diantaranya yaitu orang yang membuat teori tentang proses ini adalah para sarjana yang memperbincangkan bahwa isi kepercayaan orang lain tetap selamanya tak tertutup sekalipun pengamat simpati terhadap kepercayaan masyarakat yang ada. Garis keras pendekatan ini bahwa hanya orang muslim yang dapat mempelajari atau mengajar tentang islam dengan beberapa perbedaan tingkatan pemahaman. Garis yang lebih lunak, menuntut dengan tegas bahwa keterbukaan terhadap kepercayaan dari yang lain adalah pra kondisi yang penting.

Sejarah agama-agama


Dalam perkembangan selanjutnya, jika perkembangan sejarah antropologi, sosiologi, psikologi, injil dan studi-studi teologi, sangat mempengaruhi perkembangan agama. Sejarah agama-agama dan studi agama-agama adalah istilah yang digunakan dalam tulisan ini untuk merujuk secara kolektif terhadap beberapa pendekatan yang telah ada pada studi-studi agama secara umum. Sekarang ini berusaha untuk menjelaskan dan memahami data agama dan tradisi islam dalam konteks studi agama secara umum membutuhkan survei singkat tentang perkembangan dalam disiplin sejarah agama pada masa lalu. Salah satu yang penting dari aspek lapangan kerja antropologi, yakni menambah pandangan yang tajam pada partisipan observasi pada studi agama. Hal ini berlanjut pada abad 21 dan studi agama mengalami perkembangan diantaranya spesialisasi: sejarah, psikologi, antropologi dan arkeologi.

Para sarjana penomenologi juga telah menuntut untuk melakukan pendekatan-pendekatan yang empati terhadap pemahaman keagamaan. Salah satu kecenderungan yang penting di abad ke 19 adalah perbedaan yang dibuat oleh sejarawan Wilhelm Dithey (1833-1911) yakni kecenderungan antara ilmu-ilmu natural dan studi-studi kultural. Kultural atau kemanusiaan memiliki semua pekerjaan dan kreasi dibidang kemanusiaan dalam bentuk artistik, intelektual, sosial ekonomi, agaa, politik (ilmu pengetahuan) sebagai obyek. Bagi studi-studi kemanusiaan sebagai studi penomenologi, pemahaman budaya membutuhkan pengetahuan yang luas, meliputi psikologi, sejarah, ekonomi, filologi, dll, pendek kata semua disiplin-disiplin ilmu yang mempelajari kemanusiaan, aktifitas intelektual dan sosial.

Pendidikan agama


Para sarjana merasa bangga dengan apa yang di konsep oleh orang-orang Eropa pada abad ke 19, bahkan sebagian telah diterapkan. Mereka mengutamakan aturan yang sifatnya menyeluruh dari pada sementara untuk diterapkan. Hal ini karena tidak memiliki kebebasan dan hak perorangan bagi mereka yang menjalin hubungan dengan sarjana muslim. Orang-orang islam taat menjaga kedisiplinan aturan-aturan dengan menekan semakin minim hal-hal yang kurang bermanfaat selama ini dan memperbaiki dengan petunjuk yang telah disepakati. Penghargaan terhadap aturan yang mendasar dan sederhana dapat menghindarkan kesalahpahaman terhadap bahasa dan pengetahuan orang-orang muslim sekaligus memperluas hubungan dengan pihak lain.

Problem yang sering timbul dari studi islam adalah diskursus yang menentang paham oriantalis, yakni ahli yang berpegang pada pendekatan sejarah dan ahli yang berpegang pada pendekatan dogma keimanan, disini sering terjadi pertentangan. Esensi masalah yang sering muncul dan sangat penting dalam hal akademik adalah pertanyaan tentang keadaan studi yang harus di pertimbangkan kejelasan disiplin-nya atau studi islam harus di korelasikan dengan disiplin berbagai ilmu. Pada masalah selanjutnya para sarjana secara individu (sarjana Inggris, Mesir, Iran, atau Jepang) tanpa pandangan yang absolut akan memberikan alasan validitas pilihan mereka dari data yang dikumpulkan dari hasil kerja para oriantalis.

Sebuah tanda yang penuh harapan, bahwa para ahli sejarah, ilmu-ilmu sosial dan sejarawan agama sedang memanfaatkan penggunaan metode. Sedang semiotic, paham stukturalis, fungsionalis dan penomenologi lebih menghasilkan teori-teori kebudayaan, sasaran dari berbagai disiplin ilmu memfokuskan pada sasaran masalah dan kreatif yang beradaptasi dan penerapan dari berbagai metode untuk menyeleksi data lapangan keagamaan. Metode-metode penelitian adalah subyek yang berkelanjutan untuk penyesuaian dan penyaringan sebagai sarjana yang memakai penerapan dari data lapangan ini, hasrat untuk mempelajari data lapangan adalah kemungkinan yang diinspirasikan dengan sesuatu tujuan tertentu.

Islam dalam disiplin mempelajari agama.


Dari uraian artikel Jacob Nausner, yang mengangkat tiga pertanyaan tentang disiplin pendidikan agama di tingkat sarjana, yaitu :
  • Memiliki disiplin yang dalam menghasilkan kurikulum yang berdasarkan konsensus lembaga pendidikan untuk mencapai disiplin yang sempurna. (manfaat disiplin dalam dunia pendidikan).
  • Apakah kesarjanaan dalam sebuah disiplin mengikuti suatu program penelitian, agar mencapai kemajuan yang jelas dalam menghadapi persoalan jangka panjang.
  • Adakah kreteria yang dihasilkan dalam mengakui hak/perbuatan yang semestinya diterapkan dalam disiplin.

Dari ketiga pertanyaan diatas, maka Nausner memberikan solusi dengan melalui penelitian yang dilakukan pada Departemen Penelitian Agama. Dengan penekanan pada analisa teks agama, yaitu meskipun penelitian melalui filologi yakni memahami kata dari sebuah teks dan melalui sejarah dan dapat diketahui secara tepat apa yang terjadi peristiwa-peristiwa pada suatu waktu, dimana teks memberikan kesaksian. Sebuah teks agama tidak hanya menyajikan tujuan-tujuan dari filologi atau sejarah, ia juga menawarkan tempat yang tepat sebagai sebuah statemen agama.

Menuju Pendekatan Kontekstual atas Hadis Nabi

Pendekatan Kontekstual atas Hadis Nabi


Sebuah upaya menformulasikan pendekatan kontekstual atas hadis Nabi SAW


Artikel ini masih kelanjutan artikel tadi pagi yang berjudul "Pemahaman Tekstual Dan Kontekstual Atas Hadis Dalam Sejarah". Ketika para ulama hadis menetapkan lima syarat bagi sahih-nya sebuah hadis, hal itu menunjukkan betapa telitinya mereka dalam menyeleksi hadis Nabi saw. Kelima syarat tersebut diantaranya tiga berkenaan dengan sanad dan dua berkenaan dengan matn. Yang berkaitan dengan sanad, disamping sanad harus bersambung, semua perawinya harus dhabith dan tsiqqat. Sedangkan yang berkaitan dengan matn, adalah keharusan tidak adanya syadz dan ‘illat. Seleksi tersebut dilakukan dengan maksud mencari hadis yang dipandang sahih untuk dapat diamalkan (ma’mul bih) dan menyisihkan yang lain yang tidak dapat diamalkan (ghayr ma’mul bih). Dari seleksi-seleksi tersebut muncullah kategori-kategori hadis shahih, hasan, dha’if, dan seterusnya. Dan ketika kita mempersoalkan suatu hadis, maka yang kita persoalkan semata-mata hanyalah hadis yang tidak mutawatir, sebab, terhadap hadis kategori ini, sudah terdapat kesepakatan bahwa ia ma’mul bih.

Pengujian terhadap syarat yang berkaitan dengan sanad telkah dilakukan sejak awal dengan cara meneliti kredibilitas para perowi, sehingga muncullah cabang ilmu hadis yang disebut dengan al-Jahr wa al-Ta’dil. Yakni persyaratan bagi seorang perowi dalam kaitannya dengan diterima atau tidaknya hadis yang diriwayatkannya. Al-Jahr mengandung pengertian yang berkaitan dengan cacat-cacat seorang perawi yang karena itu hadisnya ditolak, sedangkan al-Ta’dil mengandung pengertian yang berkaitan dengan ‘adalat al-rawiy, yang dengan itu hadisnya diterima.

Di kalangan sunni, al-jahr wa al-Ta’dil dilakukan pada lapisan (thabaqat) tabi’in di bawah sahabat terus ke bawah. Artinya, keadilan para sahabat dalam meriwayatkan hadis tidak perlu dipersoalkan. Ini hendaknya tidak disalahpahami sebagai, bahwa kalangan Sunni menganggap para sahabat adalah orang-orang yang ma’sum (terbebas dari dosa), melainkan sekedar keyakinan bahwa dalam meriwayatkan hadis, mereka (para sahabat) tidak pernah bermaksud membuat pendustaan kepada Nabi atau berkeinginan menikam Nabi Saw., itu pun dalam kedudukannya beliau sebagai Rasul. (Nurcholis, 1984: 41) Sementara itu, kalangan Syi’ah memberlakukan al-jahr wa al-ta’dil pada lapisan di bawah Imam. Sebab, bagi kalangan Syi’ah, para Imam diyakini sebagai ma’shum.

Tarjih dan ta’dil, rasanya sudah selesai dilakukan, dalam pengertian bahwa kredibilitas para perowi telah dibukukan secara baik oleh para ahli hadis. Kita sungguh berutang budi kepada para ulama penyusun kitab-kitab semacam mizan al-I’tidal dan Tahdzib al-tahdzib, karena melalui kitab-kitab semacam itu kita dapat melacak kredibiliitas para perawi hadis. Tetapi, yang berkaitan dengan matn, sungguhpun telah dirintis oleh para sahabat generasi pertama, tampaknya belum dilanjutkan secara sungguh-sungguh. Selama ini, kriteria sahihnya sebuah hadis, masih ditentukan oleh kesahihan sanad-nya. Al-Bukhari sendiri, memaksudkan sahih di situ adalah sahih sanad-nya. Ini terlihat dengan jelas bila kita memperhatikan keseluruhan judul yang diberikan kepada kitab sahihnya, yakni al-Jami’ al-Shahih al-Musnad al-Mukhtashar min ‘Umar Rasulillah (saw) wa Sunanih wa Ayyamih. (Ajjaj al-Khatib, t.t.:313). Dalam judul; tersebut tertera secara jelas kalimat alJami’ al-Shahih al-Musnad (himpunan hadis yang sahih sanadnya). Sayangnya, dewasa ini sepertinya ada anggapan bahwa penyeleksian yang dilakukan al-Bukhari atas hadis-hadis yang dimuat dalam kitabnya, sudah mencakup sanad dan matn. Sehingga melakukan kritik atas hadis, khususnya yang terdapat dalam al-Bukhari, seakan merupakan hal yang tabu.

Demikian, bila pengujian terhadapmatn belum dilakukan, maka kesahihan sanad belum menjamin kesahihan matn. Bahkan yang sahih sanad dan matan-nya pun kadang-kadang dapat pula tidak ma’mul bih. Hadis yang menyatakan bahwa pemimpin itu harus dari kalangan Quraisy (al-a-‘immat min quraisy), adalah hadis yang termasuk kategori seperti itu. Hadis ini diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam shahih-nya, dari ibnu umar (Juz II:265, dan Juz IV:234), dengan kategori shahih. Dilihat dari derajat kesahihannya, hadis tersebut jelas dapat diterima (ma’mul bih). Tetapi, bila pendfekatan kontekstual dilakukan terhadapnya, maka ia dapat tertolak (ghyr ma’mul bih), minimal dengan dua alasan. Alasan pertama, karena ia bertentangan dengan petunjuk al-Qur’an yang menyatakan tidak adanya diskriminasi dalam islam, dan bahwasanya nilai seseorang bukan ditentukan oleh kesukuan , melainkan oleh ketaqwaannya. Untuk masa Rasulullah hingga Abbasiyah mungkin hadis tersebut ma’mul bih Tetapi, ini merupakan alasan kedua, untuk masa sesudahnya, khususnya untuk masa sekarang ini, dan lebih khusus lagi Indonesia, hadis tersebut jelas tidak ma’mul bih.

Dengan demikian hadis diatas, dan hadis-hadis lainnya, harus dikaji secara kontekstual dengan melihat kondisi dan situasi saat ia diucapkan, dan apa pula ‘illat yang terkandung di dalamnya. Berdasar kenyataan seperti itu, muncul pertanyaan, apakah suatu hadis yang dulu ma’mul bih dapat berubah menjadi ghayr ma’mul bih. Dari pendekatan tekstual, jawabannya harus “ya”. Tetapi, dari pendekatan kontekstual, “tidak”. Sebab, selain melihat kondisi dan situasi saat hadis itu diucapkan, pendekatan tersebut menekankan pada ‘illat. Artinya, sepanjang yang dimaksud dengan Quraisy di situ bukan berarti suku, tetapi sifat atau ciri, maka ia dapat tetap ma’mul bih. Pemahaman yang tersebut terakhir ini, antara lain, dilakukan oleh Ibnu Khaldun.
Terdapat banyak hadis yang, dari segi sanad, termasuk kategori sohih, tetapi dari segi matn bertentangan dengan al-Qur’an, maka orang-orang seperti Ahmad amin, Abu Rayyah menolaknya. Bahkan Muhammad al-Ghazali, dalam buku terbarunya, al-Sunnah al-Nabawiyyah Bain ahl al-Fiqh wa ahl-al-Hadits, mengatakan bahwa betapapun sahihnya sanad suatu hadis, sepanjang matan-nya bertentangan dengan al-Qur’an ia tidak ada artinya. (M.al-Baqir, 1991:26).

Dalam buku terbarunya itu, Muhammad al-Ghazali mempersoalkan banyak hadis yang dipandangnya bertentangan dengan al-Qur’an dan secara sengit mengecam keras orang-orang yang memahami dan mengamalkannya secara tekstual. Sebagaimana para pendahulunya, Muhammad al-Ghazali menggunakan kaidah tersebut di atas sebagai tolok ukur pengujian kesahihan suatu hadis.

Keasahihan suatu hadis memang tidak dapat ditentukan hanya oleh kesahihan sanad-nya saja. Tetapi matn-nya pun mesti diteliti, guna memastikan apakah ia tidak syadz dan tidak mengandung ‘illat´(cacat)—suatu penelitian sungguhpun cukup sulit dilakukan. Pertama-tama matn-nya harus dibandingkan dengan matn yang senada yang terdapat dalam sanad-sanad lainnya. Bila ternyata ia merupakan satu-satunya hadis yang menggunakan matn yang berbeda, ia jelas merupakan hadis yang syadz. Kemudian, bila kandungan isinya bertentangan dengan al-Qur’an atau hadis-hadis lain yang senada, ia dinyatakan ber-‘illat. Langkah pertama, seperti yang tadi dikemukakan, cukup sulit, yang karena itulah, agaknya, orang orang seperti Ahmad Amin, Abu Rayyah, dan Muhammad al-Ghazali menggunakan langkah kedua, dan sekaligus menjadikannya sebagai salah satu kaidah dalam menentukan kesahihan sebuah hadis. Dengan demikian, kritik matn merupakan bagian yang tak terpisahkan dari studi kontekstual atas hadis.

Kritik atas matn sesungguhnya bukan merupakan hal yang baru. ‘A’isyah, ‘Umar bin al-Khattab, ‘Ali bin Abi Thalib, ‘Utsman bin Affan, dan para sahabat besar lainnya, telah melakukan kritik matan atas hadis-hadis, misalnya, yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Bahkan Mustafa Shadiq al-Rafi’I, sebagaimana yang dikutip Abu Rayyah (1980:177), menyebut bahwa kritik para sahabat atas hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah merupakan kritik atas hadis yang pertama dilakukan dalam Islam.

Dalam melakukan pengujian atau kritik atas hadis yang diriwayatkan oleh seseorang, ‘A’isyah acap kali membandingkan dengan ayat-ayat al-Qur’an. Bila hadis tersebut bertentangan dengan al-Qur’an, ia segera menolaknya. ‘A’isyah menolak hadis yang diriwayatkan oleh ‘Umar dan Ibnu ‘Umar yang mengatakan bahwa, “mayit akan disiksa karena tangisan keluarganya”, lantaran hadis ini dianggapnya bertentangan dengan ayat al-Qur’an yang berbunyi, “wa laa taziruu waaziratu ukhra”.

Mengikuti jejak ‘A’isyah, Muhammad al-Ghazali juga mempersoalkan banyak hadis yang dianggapnya bertentangan dengan al-Qur’an, yang diamalkan secara tekstual oleh sementara kaum Muslimin, khususnya kaum muda. Quraish Shihab, pemberi pengantar edisi Indonesia buku Muhammad al-Ghazali di atas, seakan menganggap kaidah tersebut sebagai kaidah satu-satunya yang digunakan oleh al-Ghazali. Quraish Shihab, mungkin, mengharapkan bahwa dalam menilai matan suatu hadis, hendaknya—disamping membandingkannya dengan al-Qur’an—diterapkan pula kaidah-kaidah ushul fiqh. Sebab, boleh jadi kandungan hadis tersebut merupakan pen-takhsis-an (pengecualian) atas kandungan al-Qur’an, atau rincian atas yang mujmal.

Sikap para ulama di atas, lazimnya segera dituding sebagai inkar al-sunnah. Masih segar dalam ingatan kita betapa buku Abu Rayyah mendapat reaksi keras dari kalangan ulama pada masanya. Sementara itu, buku Muhammad al-Ghazali yang mengalami cetak ulang sampai enam kali itu, sebagaimana yang dikatakan sendiri oleh penulisnya, mendapat reaksi pro kontra. Eloknya, baik Abu Rayyah maupun al-Ghazali, menyatakan bahwa apa yang dilakukan itu merupakan bagian dari pembelaan terhadap hadis. Abu Rayyah, misalnya memberi judul bukunya Adhwa ‘ala al-sunnah al-Muhammadiyyah (sorotan terhadap sunnah Nabi Muhammad), dan di bawahnya dia berikan sub judul yang berbunyi Aw Difa’ ‘an al-hadits (atau pembelaan terhadap hadis).

Pemahaman terhadap hadis Nabi saw., acap kali memang tidak dapat dilakukan hanya dengan menggunakan pendekatan tekstual. Kondisi dan situasi saat hadis tersebut disampaikan oleh nabi, dan juga kondisi para sahabat yang berbeda-beda, mesti pula diperhatikan. Sebab, dalam kehidupan Islam dan kaum Muslimin, posisi Nabi memiliki banyak fungsi: sebagai rasul, panglima perang, suami, sahabat, dan lain-lain. Dengan demikian, hadis-hadis tersebut tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan fungsi-fungsi itu. Menurut mahmud syaltut (1966: 513), mengetahui hal-hal yang dilakukan Nabi dengan mengaitkan pada fungsi beliau tatkala melakukan hal-hal itu sangat besar manfaatnya.

Ketika aqidah umat dipandang belum kuat, Nabi saw., misalnya, melakukan pelarangan atas ziarah kubur melalui hadisnya. Tetapi, ketika aqidah mereka sudah kuat, larangan itu kemudian ia cabut. Rasanya, sikap Nabi saw. yang seperti itu mengisyaratkan kepada kita akan adanya pendekatan kontekstual atas hadis beliau. Namun, ketika yang digunakan adalah pendekatan tekstual, maka hasilnya adalah kesimpulan bahwa di situ terdapat nasikh dan mansukh. Bagi saya, pada kedua hadis tersebut tidak ada nasikh dan mansukh. Sebab, bagi siapa saja yang akidahnya masih lemah, dan dapat musyrik karena ziarah kubur, hadis pertama tetap berlaku baginya. Adapun musyrik itu sendiri, sudah jelas tidak perlu dipersoalkan.

Contoh lain adalah hadis yang berkaitan dengan keharusan berbakti pada ibu tiga kali lipat dibanding kepada ayah. Kalu hadis ini dipahami secara tekstual saja, maka muncul diskriminasi dalam berbakti kepada ibu dan ayah. Kalau yang dijadikan alasan bagi keharusan berbakti kepada ibu tiga kali lipat dari pada kepada ayah adalah karena ibu menentang maut saat melahirkan putranya, maka dalam mencari nafkah pun seorang ayah, banyak sekali menentang maut dalam perjalanannya. Bahkan Nabi sendiri menyetarakan mencari nafkah untuk anak dan istri dengan jihad fi sabiilillah.

Terhadap hadis seperti tersebut di atas, kita mesti melakukan kajian kontekstual dengan mengkaji kondisi dan situasi pada zaman Nabi. Saat itu kaum wanita masih kurang memperoleh hak-haknya, dan bahkan tertindas akibat warisan-warisan jahiliyah yang melekat dalam tradisi bangsa Arab. Untuk mengangkat derajat mereka, maka nabi menyampaikan hadisnya yang seperti itu.

Sumber : makalah "Pemahaman Kontekstual Atas Hadis Nabi SAW. (Sebuah Studi Tentang Kritik Matan Hadis)"

Pemahaman tekstual dan kontekstual atas hadis dalam sejarah

Pemahaman tekstual dan kontekstual atas hadis dalam sejarah

Pemahaman tekstual dan kontekstual atas hadis dalam sejarah - Artikel ini merupakan lanjutan dari atikel sebelumnya yang berjudul "Pemahaman Kontekstual atas Hadis Nabi". Para sahabat generasi pertama menyandarkan fatwa-fatwa mereka pada nash-nash Al- Qur’an dan hadis Nabi saw. Bila mereka tidak menemukan sandaranya dalam Al- Qur’an dan hadis nabi saw., mereka melakukan Ijtihad dengan membuat analogi-analogi (Qiyas). Dalam medan yang tersebut terkemudian ini, digunakan pendekatan ra’yu (rasio) dengan berpegang pada prinsip-prinsip umum yang terdapat dalam Al-Quran dan hadis. Justifikasi bagi pendekatan rasional ini, lazimnya adalah hadis masyhur yang diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal ketika ia diutus Nabi saw. ke Yaman.

Tiba pada masa sahabat generasi pertama, muncullah sekelompok orang yang memberikan fatwa-fatwa hanya dengan dasar Al-Qur’an dan hadis, tanpa mau melangkah lebih jauh dari itu. Perhatian besar mereka tertuju pada periwayatan hadis-hadis. Mereka adalah kelompok yang berpegang pada arti lahiriyah nash tanpa mencari illat yang terdapat pada masalah-masalah yang mereka hadapi. Pada masa yang relatif masih dekat dengan kehidupan Rosulullah saw. dan persoalan-persoalan belum begitu kompleks, sikap seperti ini dapat dipahami. Sebab, persoalan-persoalan yang timbul masih dapat ditampung oleh hadis-hadis Nabi saw. Tetapi, perkembangan selanjutnya, ketika kehidupan semakin kompleks, pencarian pemecahan dengan semata-mata mengandalkan pada hadis, bisa jadi tidak memadai lagi. Agaknya itu pulalah yang menjadi sebab mengapa hadis-hadis ahad memperoleh kedudukan yang sangat penting dikalangan kelompok ini.

Pendekatan rasional mereka jauhi dengan alasan bahwa Al-Qur’an itu mengandung kebenaran yang bersifat mutlak sedangkan kebenaran rasio adalah nisbi. Sesuatu yang nisbi tidak akan mungkian menjelaskan sesuatu yang mutlak. Karena keenganan mereka menggunakan akal inilah, maka ‘Ali Sami Al- Nassyar memberi julukan Ahl Hasyw kepada mereka, artinya orang yang berpikir gampang-gampangan lantaran mereka tidak mau menggunakan interpretasi rasional. (‘Ali Sami Al-Nasysyar, 1981;249-150)

Disamping mereka terdapat sekelompok orang yang memahami persoalan yang mereka hadapi secara rasional dengan tetap berpegang pada nash Al-Qur’an dan hadis. Berdasar prinsip-prinsip yang ada pada keduanya, mereka memberikan fatwa-fatwa mereka dalam berbagai persoalan. Karena itu, tak jarang mereka “mengorbankan” hadis ahad lantaran dipandang bertentangan dengan Al- Qur’an. Kelompok pertama disebut sebagai ahl Ahl- Hadis, sedangkan kelompok yang kedua disebut sebagai Ahl- AL-Ra’y (Nurcholis Madjid, 1995: 243). Mayoritas ulama Hijaz adalah Ahl Al-Hadis, Sedangkan mayoritas ulama Irak dan negeri-negeri yang jauh dari Hijaz adalah Ahl Al- Ra’y. Istilah Hijaziy dan Iraqiy mengacu pada dikotomi ini (Al-Dehlawiy, t.t.:147). dalam bidang fiqih, Mazhab Ahmad Bin Hanbal termasuk dalam kategori yang pertama, sedangkan mazhab yang lainya, dengan tekanan yang bervariasi, dapat digolongkan pada kelompok kedua. Pendekatan Ahmad bin Hanbal, dalam semua bidang, sangat tekstualis, sementara itu, Faruq Abu Zayd (1978:5 ) menyebut kelompok pertama sebagai al-muhafizhun (kaum ortodoks), sedang kelompok kedua sebagai al-mujaddidun (kaum pembaharu).

Dalam bidang teologi, ahl al-hadits pernah terlibat sengketa cukup sengit dengan kaum mu’tazilah yang diawali dengan peristiwa mihnat yang dilakukan penguasa Abbasyiyah di bawah al-Ma’mun. Dalam peristiwa itu, para ulama ahl al-hadits mendapat tekanan keras dari Mu’tazilah, sehingga beberapa orang ulama terkemuka mereka gugur sebagai syahid. Ahmad bin Hambal sendiri sempat dipenjarakkan dan didera hingga cedera tubuhnya. Mihnah yang dilancarkan oleh Mu’tazilah akhirnya ibarat bumerang yang menghantam diri mereka sendiri.

Melalui khalifah al-Mutawakkil, mihnat dilarang, dan sejak itu Mu’tazilah kehilangan pamornya, untuk kemudian digantikan oleh ahl al-hadits dengan Hanabilat pada barisan paling depan. Kelompok ini kemudian menjadi “penguasa” di tengah para penguasa Abbasyiyah, dan kini giliran mereka menekan kaum Mu’tazilah dan ahl Al-ra’y. Al-Kindy yang dianggap sebagai penganut Mu’tazilah termasuk orang yang mengalami tekanan dari ahl al-hadits (M.M.Sharif, ed. 1961:422).

Pada perkembangan berikutnya, para pengikut Ahmad bin Hambal menyebut diri sebagai penganut Salaf, dan Ibnu Taymiyah disebut-sebut sebagai tokoh kedua sesudah Ahmad bin Hambal yang membangkitkan kembali Salafisme dalam bentuknya yang lebih baru. Dewasa ini, mazhab ini dianut dengan lebih rigid oleh Wahabiyah di Saudi arabia, dan disebarluaskan ke seluruh penjuru dunia islam melalui buku-buku yang mereka cetak dengan dana petro-dollar-nya.

============= BERSAMBUNG =============

Pemahaman Kontekstual Atas Hadis Nabi SAW


pemahaman kontekstual hadis nabi
Pemahaman Kontekstual Atas Hadis Nabi SAW - Dalam kaitannya dengan sumber hukum Islam, terdapat perbedaan yang sangat besar antara al-Qur’an al-karim dengan hadis Nabi saw. Al-Qur’an bersifat qath’iy al-wurud, yang berarti bahwa al-Qur’an diyakini sepenuhnya oleh kaum muslimin tanpa kecuali, sebagai wahyu yang datang dari Allah. Sedangkan petunjuknya (dilalat-nya) sebagian ada yang qath’iy, yang kemudian lazim disebut sebagai ayat-ayat muhkamat, dan sebagaian ada yang dhanny, yang kemudian lebih dikenal dengan ayat-ayat mutasyabihat. Tidak ada kesepakan diantara ulama tentang berapa bagian dari seluruh ayat al-Qur’an yang termasuk dalam kategori ayat-ayat muhkamat, dan bagaimana pula kriteria suatu ayat disebut sebagai ayat muhkamat. Biasanya ayat-ayat qath’iy al-dalalat (muhkamat) diartikan sebagai ayat-ayat yang redaksi lahiriyahnya mengemuka-kan makna tertentu yang jelas dan tidak memberi peluang bagi munculnya interpretasi yang melahirkan pengertian yang berbeda. (Wahab Khallaf, 1972:35) Dengan demikian ijtihad tidak berlaku untuk ayat-ayat seperti ini. Berbeda dengan ayat-ayat mutasyabihat yang dimungkinkan terjadinya interpretasi yang bermacam-macam, sehingga diperlukan ijtihad dalam hal ini (Syathibi, t.t; 36-37).

Sementara itu, hadis Nabi saw. bersifat zhanniy, baik wurud maupun dilalat-nya. Artinya, betapapun juga shahihnya nilai suatu hadis, kepastiannya sebagai betul-betul diucapkan oleh Nabi saw. tetap zdanniy. Sebab setinggi-tinggi kepastian bahwa hadis tersebut disampaikan oleh Nabi, hanya akan sampai pada tingkat “ diduga kuat” disampaikan oleh Nabi. Oleh karena itu, jika meragukan Al- Qur’an sebagai wahyu yang datang dari Allah SWTdapat mengakibatkan seseorang menjadi kafir, maka meragukan hadis sebagai betul-betul diucapkan oleh Nabi tidak sampai berakibat seperti itu. Bahwa Rosulullah saw. adalah utusan Allah yang perintah serta laranganya mesti ditaati, adalah jelas, dan meragukan Muhammad sebagai Rasul Allah, sama kafirnya dengan meragukan Al-Qur’an sebagai wahyu Allah. Tetapi, mempersoalkan apakah suatu hadis dari dan betul-betul disabdakan oleh Nabi saw., adalah persoalan yang lain. Harus ada pembedaan secara jelas antara mengingkari Muhammad sebagai Rasul Allah, dengan meragukan apakah suatu hadis itu betul-betul berasal darinya. Bila mempersoalkan hadis yang berada dalam lingkaran yang kedua tadi dimaksudkan sebagai sebagai sikap kritis terhadap hadis, maka hal itu bukanlah merupakan suatu yang tabu. Sebab, sikap seperti itu sama sekali bukan hal yang baru dikalangan para pemikir Islam. Bahkan, sebagaimana yang akan kita lihat nanti sikap seperti itu sudah dirintis sejak awal oleh para sahabat generasi yang mula-mula.

Sebagi penjelas Al-Qur’an Al-Karim, hadis Nabi saw tentunya muncul sesuai dalam posisinya sebagai pedoman para sahabatnya di zamanya. Sepanjang kondisi dan latar belakang kehidupan para sahabat tersebut berbeda, maka petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Nabi pun berbeda pula. Sementara itu, para sahabat pun mengintepretasikan hadis Nabi sesuai dengan kapasitas mereka masing-masing, sehingga kesimpulan yang dicapai pun berbeda pula. Bila pemahaman ini diterima, maka konsekuensinya adalah bahwa sebagian hadis Nabi saw. bersifat temporal dan konstektual. Hadis merupakan intepretasi Nabi saw. yang dimaksudkan untuk menjadi menjadi pedoman para sahabat dalam mengamalkan ayat-ayat Al-Qur’an. Dengan demikian, pengkajian terhadap konteks-konteks hadis, sesungguhnya merupakan aspek yang sangat penting dalam upaya kita menangkap makna suatu hadis, untuk kemudian kita amalkan. Sayangnya, pendekatan konstektual atas hadis Nabi saw. belum begitu memperoleh perhatian dari kaum muslimin.

====================== BERSAMBUNG ======================

Koleksi Mobil Sport Keren - Celotehan Warung Kopi

Selamat malam semua sobat Celotehan Warung Kopi. Setelah beberapa hari selalu membuat posting karya ilmiah, kali ini Celotehan Warung Kopi ingin berbagi kembali koleksi foto mobil keren tepatnya foto mobil sport keren yang ketemu tadi hasil lihat-lihat dari carmotosport.net. Berhubung mobilnya keren jadi ingin juga deh ikutan ngeshare. Oke deh tanpa nunggu lama ngomong ngalor ngidul, ini dia koleksi foto mobil sport keren-nya. 

mobil sport keren honda
Mobil Sport Keren dari Honda

mobil sport keren
Mobil sport keren warna hitam

mobil sport keren mercedes
Mobil sport keren dari Mercy

mobil sport keren merah
Mobil sport keren warna merah

mobil sport keren ferari
Mobil sport keren dari Ferari
Bagaimana sobat. Apakah tertarik untuk memiliki salah satu mobil sport keren diatas?

Pengaruh Lingkungan dan Pendidikan Orang Tua terhadap Prestasi Belajar -Tesis


Pengaruh Lingkungan dan Pendidikan Orang Tua terhadap Prestasi Belajar -Tesis

Prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal meliputi lingkungan dimana siswa tersebut berada, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Di lingkungan keluarga, orang tua sangat berperan dalam meningkatkan prestasi siswa. Namun, lingkungan tempat tinggal juga berpengaruh yang akurat terhadap peningkatan prestasi tersebut.

ABSTRAK

Sungeb, Program Pascasarjana (S-2) Universitas Kanjuruhan Malang " Pengaruh Lingkungan Tempat Tinggal dan Pendidikan Orang Tua terhadap Prestasi Belajar Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) (Studi Terhadap Siswa di SDN I Semanding Kecamatan Pucanglaban Kabupaten Tulungagung) ", Komisi Pembimbing, Ketua: Prof.Dr. Lilik Kustiani ,SS , MM Anggota: Drs.H.Moch.Amir Sutedjo,SH,MPd.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui adanya pengaruh yang signifikan antara lingkungan tempat tinggal terhadap prestasi belajar mata pelajaran IPS. (2) mengetahui adanya pengaruh yang signifikan antara pendidikan orang tua terhadap prestasi belajar mata pelajaran IPS. (3) mengetahui adanya pengaruh secara bersama-sama antara lingkungan tempat tinggal dan pendidikan orang tua terhadap prestasi belajar mata pelajaran IPS.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian deskriptif korelatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh seluruh siswa yang ada di SDN Semanding 1. Sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan mengambil 90 % dari populasi. Sedangkan teknik dan instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini adalah (1) teknik observasi, dokumentasi, dan angket. Analisis data dengan menggunakan analisis statistik dengan analisis regresi linier berganda memakai uji t dan uji F.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Terdapat pengaruh yang signifikan antara lingkungan tempat tinggal terhadap prestasi belajar siswa di SDN Semanding 1 Pucanglaban Tulungagung. Hal ini ditunjukkan oleh nilai signifikansi t yang lebih kecil dari α (0,000 < 0,05) dan thitung yang lebih besar dari ttabel (4,900 > 2,000); (2) Terdapat pengaruh yang signifikan antara pendidikan orang tua terhadap prestasi belajar siswa di SDN Semanding 1 Pucanglaban Tulungagung. Hal ini ditunjukkan oleh nilai signifikansi t yang lebih kecil dari α (0,003 < 0,05) dan thitung yang lebih besar dari ttabel (3,013 > 2,000); (3) Terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan (bersama-sama) antara lingkungan tempat tinggal, dan pendidikan orang tua terhadap prestasi belajar siswa di SDN Semanding 1 Pucanglaban Tulungagung. Hal ini ditunjukkan oleh nilai signifikansi F yang lebih kecil dari α (0,000 < 0,05) dan Fhitung yang lebih besar dari Ftabel (25,801 > 8,570).

Download file lengkap Pengaruh Lingkungan dan Pendidikan Orang Tua terhadap Prestasi Belajar disini

Penggunaan Alat peraga dan Cara Belajar Terhadap Prestasi Belajar

Penggunaan Alat peraga dan Cara Belajar Terhadap Prestasi Belajar
SUHARTI, Program Pasca Sarjana Universitas Kanjuruhan Malang, Pengaruh Persepsi Tentang Penggunaan Alat peraga dan Cara Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa ( Studi di Sekolah Dasar Negeri Segugus IV Kecamatan Pucanglaban, Kabupaten Tulungagung). Komisi Pembimbing, Ketua : Prof. Dr. Lilik Kustiani,SS., M.M. Anggota : Drs. H Amir Sutedjo, SH., M.Pd.

Didalam kelas guru merupakan orang yang sangat penting dalam penyampaian materi pelajaran. Jika penyampaian materi tersebut tidak menarik minat siswa, hal ini akan berakibat siswa akan sulit menerima materi pelajaran. Oleh karena itu seorang guru harus mencari alat peraga pembelajaran dan cara belajar yang bervariasi agar siswa tidak cepat jenuh. Penggunaan alat peraga mempunyai peranan yang cukup penting dalam proses pembelajaran.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui dan menganalisis pengaruh persepsi siswa tentang penggunaan alat peraga terhadap prestasi belajar siswa. (2) mengetahui dan menganalisis pengaruh cara belajar terhadap prestasi belajar siswa. (3) mengetahui dan menganalisis pengaruh persepsi siswa tentang penggunaan alat peraga dan cara belajar terhadap prestasi belajar siswa.

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SD Negeri segugus IV Kecamatan Pucanglaban Kabupaten Tulungagung sejumlah 35 siswa. Dari total populasi tersebut diambil seluruhnya sebagai sampel penelitian, sehingga jumlah sampel adalah 35 siswa. Data-data penelitian tentang penggunaan alat peraga, data tentang cara belajar diperoleh melalui angket dengan menggunakan skala likert dan data prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial diperoleh dengan menggunakan metode dokumentasi. Selanjutnya data-data penelitian tersebut dianalisis dengan menggunakan teknik regresi linier ganda dengan bantuan computer SPSS versi 17.0.

Secara umum hasil analisis menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa diperoleh nilai r hitung = 76,71 tingkat signifikan 0,000 dengan demikian hipotesis 1 diterima secara signifikan. Hasil analisis data cara belajar siswa diperoleh nilai r hitung = 69,71 tingkat signifikan 0,000 dengan demikian hipotesis 2 diterima secara signifikan.

Kesimpulan sebagai temuan hasil penelitian ini adalah (1) terdapat pengaruh yang signifikan persepsi siswa tentang penggunaan alat peraga terhadap prestasi belajar siswa. (2) Terdapat pengaruh yang signifikan cara belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa. (3) Secara bersama-sama terdapat pengaruh yang signifikan persepsi siswa tentang penggunaan alat peraga dan cara belajar terhadap prestasi belajar siswa.

Download file tesis Penggunaan Alat peraga dan Cara Belajar Terhadap Prestasi Belajar lengkap disini

Pengaruh Motivasi Belajar Dan Kebiasaan Belajar Terhadap Prestasi Belajar - TESIS

Pengaruh Motivasi Belajar Dan Kebiasaan Belajar Terhadap Prestasi Belajar
Motivasi belajar adalah dorongan dari dalam atau dari luar diri seseorang atau individu dengan penuh kesadaran untuk bertindak atau melakukan sesuatu demi tercapainya tujuan tertentu yang sesuai dengan fungsi dan motivasi yaitu : 1. Mendorong manusia untuk berbuat, 2. mendorong manusia untuk menentukan arah perbuatan 3. Mendorong manusia untuk menyelesaikan perbuatannya dengan demikian ketiga fungsi tersebut akan menentukan intensitas belajar, menentukan tujuan yang ingin dicapai serta bersifat selektif terhadap bentuk kegiatan belajar yang dapat memberikan hasil yang lebih baik.

ABSTRAK

RUBINGAT, 2012, Pengaruh Motivasi Belajar Dan Kebiasaan Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa Studi di SDN 1 Tamanan Kecamatan Tulungagung, Kabupaten Tulungagung. Tesis program studi pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Program Pasca Sarjana Universitas Kanjuruhan Malang
Ketua : Prof. H. Bambang Swasto, ME, Anggota : 1). Prof. Dr. Lilik Kustiani, SS, MM 2) Drs. H. Amir Sutedjo, SH, M.Pd

Kata Kunci : Motivasi belajar, kebiasaan belajar, prestasi belajar.

Motivasi belajar adalah dorongan dari dalam atau dari luar diri seseorang atau individu dengan penuh kesadaran untuk bertindak atau melakukan sesuatu demi tercapainya tujuan tertentu yang sesuai dengan fungsi dan motivasi yaitu : 1. Mendorong manusia untuk berbuat, 2. mendorong manusia untuk menentukan arah perbuatan 3. Mendorong manusia untuk menyelesaikan perbuatannya dengan demikian ketiga fungsi tersebut akan menentukan intensitas belajar, menentukan tujuan yang ingin dicapai serta bersifat selektif terhadap bentuk kegiatan belajar yang dapat memberikan hasil yang lebih baik.

Kebiasaan belajar berarti perulangan aktivitas yang sejenis dengan menggunakan pertimbangan dan fungsi akal seminimal mungkin atau kebiasaan belajar adalah pola aktivitas belajar yang berulang, tetap dan seragam baik secara sadar maupun tidak.

Prestasi belajar adalah suatu kegiatan yang akan mengakibatkan terjadinya perubahan tingkah laku ini ada yang bersifat pengetahuan suatu hafalan ada juga yang menyatakan ketrampilan, sedangkan tinggi rendahnya hasil yang telah dicapai siswa baik yang dinyatakan dengan angka-angka tetapi ada juga yang dinyatakan dengan kata-kata atau kalimat.

Penelitian ini menggunakan statistik SPSS dengan teknik korelasi, yaitu korelasi product Moment Pearson digunakan untuk mencari pengaruh dari masing-masing variabel bebas / Prediktor (1 dan 2) dengan variabel terikat / kriterium yaitu hubungan antara motivasi belajar dan kebiasaan belajar dengan prestasi belajar dengan responden 40 siswa. Secara umum hasil analisa secara diskriptif menunjukkan bahwa motivasi belajar dan kebiasaan belajar terhadap prestasi belajar siswa dalam pembelajaran IPS ada masalah yang signifikan. 

Dari hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan hasil belajar siswa setelah motivasi belajarnya ditingkatkan. Ada perbedaan hasil belajar siswa antara yang memiliki Kebiasaan belajar yang baik terhadap prestasi belajar bidang studi IPS pada SD Negeri I Tamanan Kec. Tulungagung, Kab. Tulungagung.

Download tesis Pengaruh Motivasi Belajar Dan Kebiasaan Belajar Terhadap Prestasi Belajar disini

Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Skripsi - Celotehan Warung Kopi

Dasar Penulisan Karya Ilmiah Skripsi


Penulisan karya ilmiah merupakan salah satu ciri pokok kegiatan perguruan tinggi. Melalui penulisan karya ilmiah, anggota masyarakat akademik pada suatu perguruan tinggi dapat mengkomunikasikan informasi baru, gagasan, kajian, dan hasil penelitian. Untuk mendukung kegiatan ilmiah tersebut diperlukan suatu pedoman tentang penulisan karya ilmiah. Pedoman penulisan karya ilmiah memberikan petunjuk cara menulis skripsi.

penulisan karya ilmiah

Skripsi merupakan salah satu karya ilmiah dalam suatu bidang studi yang ditulis oleh mahasiswa Program Sarjana (S1) pada akhir studinya. Karya ilmiah ini merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan program studi mahasiswa yang dapat ditulis berdasarkan hasil penelitian lapangan, hasil kajian pustaka, atau hasil kerja pengembangan (proyek).

Penulisan Karya Ilmiah Skripsi Berdasarkan Jenis Penelitiannya


Skripsi hasil penelitian lapangan adalah jenis penelitian yang berorientasi pada pengumpulan data empiris di lapangan. Ditinjau dari pendekatan yang digunakan, penelitian lapangan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif. Penelitian kuantitatif adalah suatu penelitian yang pada dasarnya menggunakan pendekatan deduktif-induktif. Pendekatan ini berangkat dari suatu kerangka teori, gagasan para ahli, maupun pemahaman peneliti berdasarkan pengalamannya, kemudian dikembangkan menjadi permasalahan-permasalahan beserta pemecahan-pemecahannya yang diajukan untuk memperoleh pembenaran (verifikasi) dalam bentuk dukungan data empiris di lapangan.

Sedangkan penelitian kualitatif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk mengungkapkan gejala secara holistik-kontekstual melalui pengumpulan data dari latar alami dengan memanfaatkan diri peneliti sebagai instramen kunci. Penelitian kualitatif bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Proses dan makna (perspektif subjek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Ciri-ciri penelitian kualitatif mewarnai sifat dan bentuk laporannya. Oleh karena itu, laporan penelitian kualitatif disusun dalam bentuk narasi yang bersifat kreatif dan mendalam serta menunjukkan ciri-ciri naturalistik yang penuh keotentikan.

Kajian pustaka adalah telaah yang dilaksanakan untuk memecahkan suatu masalah yang pada dasarnya bertumpu pada penelitian kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka yang relevan. Telaah pustaka semacam ini biasanya dilakukan dengan cara mengumpulkan data atau informasi dari berbagai sumber pustaka yang kemudian disajikan dengan cara baru dan atau untuk keperluan baru. Dalam hal ini bahan-bahan pustaka itu diperlukan sebagai sumber ide untuk menggali pemikiran atau gagasan baru, sebagai bahan dasar untuk melakukan deduksi atau sebagai dasar pemecahan masalah.

Kerja pengembangan adalah kegiatan yang menghasilkan rancangan atau produk yang dapat dipakai untuk memecahkan masalah-masalah aktual. Dalam hal ini, kegiatan pengembangan ditekankan pada pemanfaatan teori-teori, konsep-konsep, prinsip-prinsip, atau temuan-temuan penelitian untuk memecahkan masalah. Skripsi yang ditulis berdasarkan hasil kerja pengembangan menuntut format dan sistematika yang berbeda dengan skripsi ditulis berdasarkan hasil penelitian, sebab karakteristik kegiatan pengembangan dan kegiatan penelitian tersebut berbeda. Kegiatan penelitian pada dasarnya berupaya menguji jawaban yang diajukan terhadap suatu permasalahan, sedangkan kegiatan pengembangan berupaya menerapkan temuan atau teori untuk memecahkan suatu permasalahan. Setiap mahasiswa wajib mengetahui dan memahami tentang pedoman penulisan karya ilmiah skripsi.

Otonomi Daerah dan dampaknya Terhadap Dunia Pendidikan

Sejarah Otonomi Daerah Bidang Pendidikan di Indonesia


otonomi pendidikan indonesia
Salah satu tuntutan masyarakat untuk mereformasi tatanan kenegaraan adalah otonomi daerah. Tuntutan ini menjadi urgen dan mendesak ketika sebagian anak bangsa sudah mulai tercerahkan dan sadar setelah ‘dikibuli’ rezim orde baru yang menerapkan pemerintahan sentralistik-diskriminatif. Selama lebih tiga dasa warsa masyarakat dipangkas hak-haknya, bahkan nilai-nilai kemanusiaan-pun harus diseragamkan sedemikian rupa dengan dalih 'persatuan dan kesatuan'. Pasca pemerintahan orde baru, pemerintah mulai berusaha mengakomodasi tuntutan tersebut yang kemudian dikristalisasikan dalam UU No.22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, dan UU No.25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.

Sesuai dengan pasal 11 ayat (2) terdapat sebelas bidang yang wajib dilaksanakan oleh daerah kabupaten dan daerah kota, yaitu; pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, pertambangan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertahanan, koperasi dan tenaga kerja. Dalam tataran konsep, otonomisasi terhadap sebelas bidang tersebut dirasa cukup bagus dan dapat memenuhi tuntutan masyarakat, tetapi langkah operasionalisasinya akan menimbulkan permasalahan-permasalahan baru yang perlu dipertimbangkan lebih mendalam, terutama otonomi di bidang pendidikan.

Dengan menyimak isi UU No.22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintahan pusat dan daerah, dapat disimpulkan bahwa fokus pelaksanaan otonomi daerah adalah di daerah kabupaten dan daerah kota. Untuk itu sebagian besar sumber pembiayaan nasional akan dilimpahkan lebih banyak ke daerah sesuai dengan potensi dan kemampuan perekonomian daerah yang berbeda-beda, sementara kewenangan pemerintah terbatas dengan dukungan sumber pembiayaan yang terbatas pula. Sebagai konsekuensi-nya, maka berdasarkan pasal 7 ayat (2), Pemerintah, dalam hal ini Departemen pendidikan Nasional, hanya menetapkan kebijakan perencanaan dan pembangunan nasional secara makro, standarisasi, kontrol kualitas di bidang pendidikan termasuk kebudayaan yang bersifat nasional. Dengan demikian, dari segi kewenangan maupun sumber pembiayaan di bidang pendidikan dan kebudayaan, Daerah kabupaten dan daerah kota akan memegang peranan penting terutama dalam pelaksanaannya.

Dampak Otonomi Daerah Terhadap Pendidikan di Indonesia


Sebagai dampak otonomisasi daerah terutama pada bidang pendidikan di atas, terdapat beberapa permasalahan yang perlu dipertimbangkan lebih mendalam, yaitu yang terkait dengan; kepentingan nasional, mutu pendidikan, efisiensi pengelolaan, pemerataan, peran serta masyarakat, dan akuntabilitas.

Pertama, Dalam skala nasional pemerintah mempunyai beberapa kepentingan antara lain sejalan dengan isu wajib belajar (Wajar) dan sebagai upaya mewujudkan salah satu tujuan nasional "mencerdaskan kehidupan bangsa" (Pembukaan UUD 1945), demikian juga seperti yang tertuang dalam pasal 31 ayat 1 UUD 1945 tentang hak mendapatkan pengajaran. Persoalannya, bagaimana melalui otonomi daerah, yang besarnya potensi dan sumber pembiayaan berbeda, dapat menjamin agar tiap-tiap negara memperoleh hak pengajaran. atau bagaimana dengan otonomi daerah tersebut dapat menjamin bahwa Wajib Belajar pendidikan dasar sembilan tahun dapat dituntaskan di semua daerah kabupaten/kota dalam waktu yang relatif sama. Isu lainnya adalah pembentukan "national character building", bahwa otonomi daerah dilaksanakan dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia, yang diharapkan warga negara tetap mengetahui hak dan kewajibannya serta memiliki jiwa patriotisme, religius, cinta tanah air, dan seterusnya. Persoalannya, bagaimana pendidikan dapat mengamankan program pendidikan dengan memberikan peluang kreatifitas dalam keragaman daerah, tetapi semuanya mengarah secara sentripetal ke kepentingan nasional melalui muatan yang sama dalam upaya ke arah pembentukan "national character building" tersebut.

Kedua, peningkatan mutu. Bahwa salah satu dasar pemikiran yang melandasi lahirnya undang-undang pemerintah daerah 1999 adalah untuk menghadapi tantangan persaingan global. dengan demikian mutu pendidikan diharapkan tidak hanya memenuhi standar nasional tetapi juga perlu memenuhi standar internasional. Persoalannya, bahwa otonomi pendidikan sepenuhnya dilakukan oleh Daerah Kabupaten/Kota yang kualitas sumberdaya, prasarana, dan kemampuan pembiayaannya bisa sangat berbeda, dalam konteks ini pendidikan di satu sisi berhasil meningkatkan aspirasi pendidikan masyarakat, namun di sisi lain mutu pendidikan merosot karena sumber dana untuk mendukungnya terbatas.

Ketiga, efisiensi pengelolaan. bahwa otonomi daerah diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pengelolaan dan efisiensi dalam pengalokasian anggaran. Hal ini bisa terjadi sebaliknya. pengalaman di beberapa negara menunjukkan bahwa dengan otonomi daerah biaya operasional pendidikan justru meningkat, hal ini disebabkan antara lain karena bertambahnya struktur organisasi daerah sehingga memerlukan personil yang lebih besar, terlebih lagi jika ditambah dengan kualitas personil yang tidak profesional. Indonesia yang selama 32 tahun menganut sistem pengelolaan yang sangat sentralistik akan mempunyai problem efisiensi pengelolaan seperti tersebut di atas.

Keempat, pemerataan. Pelaksanaan otonomi pendidikan diharapkan dapat meningkatkan aspirasi masyarakat yang diperkirakan juga akan meningkatnya pemerataan memperoleh kesempatan pendidikan. tetapi ini akan dibayar mahal dengan semakin tingginya jarak antar daerah dalam pemerataan akan fasilitas pendidikan yang akhirnya akan mendorong meningkatnya kepincangan dalam mutu hasil pendidikan. tanpa intervensi pengelolaan, anggota masyarakat dari daerah kabupaten/kota yang kaya dengan jumlah penduduk sedikit akan dapat menikmati fasilitas pendidikan yang jauh lebih baik dari anggota masyarakat dari daerah yang miskin. Dan apabila kesempatan pendidikan ini juga mempengaruhi kesempatan untuk memperoleh penghasilan, maka dalam jangka panjang akan berpotensi meningkatnya jurang kesenjangan ekonomi antar daerah.

Kelima, peran serta masyarakat. Bahwa salah satu tujuan UU Pemerintah Daerah adalah untuk memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas, meningkatkan peran serta masyarakat, dan seterusnya. Peran serta masyarakat dalam pendidikan dapat berupa perorangan, kelompok atau lembaga industri. Dalam kerangka otonomi daerah, kecenderungan peran serta tersebut menjadi terbatas pada lingkup daerah kabupaten/kota yang bersangkutan, dengan demikian pada masyarakat yang kaya, penyelenggaraan pendidikan di daerah didukung selain dari peran serta orang tua juga oleh masyarakat sehingga memperoleh sumber dana yang relatif baik, dan sebaliknya untuk daerah yang miskin. sebab itu tanpa intervensi kebijakan nasional yang dapat menerapkan subsidi silang, peran serta masyarakat dalam sistem desentralisasi akan dapat menjurus memperlebar jurang ketimpangan pemerataan fasilitas pendidikan, yang akhirnya juga akan memperlebar jurang kesenjangan ekonomi antar daerah.

Keenam, akuntabilitas. Bahwa melalui otonomi pengambilan keputusan yang menyangkut pelaksanaan layanan jasa pendidikan akan semakin mendekati masyarakat yang dilayaninya (klien) sehingga akuntabilitas layanan tersebut bergeser dari yang lebih berorientasi kepada kepentingan pemerintah pusat kepada akuntabilitas yang lebih berorientasi kepada kepentingan masyarakat. Ini menuntut lebih besar partisipasi masyarakat dan orang tua dalam pengambilan keputusan tentang pelaksanaan pendidikan di daerah.

Keenam permasalahan tersebut perlu dipertimbangkan lebih mendalam. Paling tidak, sebelum benar-benar otonomisasi itu dijalankan dan sebelas bidang di atas diserahkan sepenuhnya pada daerah, maka perlu dilakukan pengkondisian lebih dulu dengan memperhatikan sumber dana dan sumber daya yang dimiliki masing-masing daerah. Setelah dianggap mampu menjalankan otonomi, maka kebijakan tersebut dapat diberlakukan sepenuhnya.

Itulah beberapa dampak otonomi daerah pada pendidikan di Indonesia(sumber: makalah "PERSOALAN-PERSOALAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM")

Kesalehan Ritual Dan Kesalehan Sosial - Celotehan Warung Kopi

Memahami Prilaku Keagamaan Umat Tentang Kesalehan Ritual Dan Kesalehan Sosial


KESALEHAN RITUAL DAN KESALEHAN SOSIAL
Kedua istilah yang menjadi tema tulisan ini, yakni saleh ritual dan saleh sosial, muncul untuk memberikan penamaan terhadap tipologi sikap dan perilaku keagamaan umat yang boleh dikatakan tidak utuh, parsial. Seperti narasi di atas, kesalehan ritual merupakan jenis kesalehan yang ukurannya ditentukan berdasarkan seberapa taat seseorang menjalankan salat lima waktu, seberapa panjang zikir-zikir sesudah salat, dan seberapa sering salat sunat ia lakukan. Pokoknya kesalehan dalam jenis ini ditentukan berdasarkan ukuran serba legal formal sebagaimana kata ajaran. Dan biasanya, orang yang memiliki perilaku ini merasa memiliki otoritas buat menilai kredibilitas moral orang lain, ia menjadi semacam tim pemeriksa dan penilai keimanan orang lain.

Sementara itu kesalehan sosial merupakan bentuk kesalehan yang lebih ditentukan oleh kehidupan praktis seseorang, seberapa banyak kegiatan-kegiatan sosial yang ia lakukan, seberapa jauh rasa toleransi, kepedulian terhadap sesama, cinta kasih, harga-menghargai, dan perilaku lainnya yang berdimensi sosial. Kesalehan sosial memandang bahwa kesalehan tidak ditentukan oleh doa-doa, zikir-zikir, dan ritualitas keagamaan lainnya yang lebih mengesankan sikap hidup egoistis, tetapi kesalehan itu ada pada perwujudan, manifestasi dan apresiasi keimanan dalam praksis sosial. Dalam bentuknya yang lebih ekstrim, kesalehan sosial ini kadang menafikan keimanan dan legal formal agama tetapi mereka aktif dalam kegiatan kemanusiaan dan kegiatan-kegiatan sosial, prilaku demikian dikatakan oleh Nurcholis sebagai “kesalehan sosial tanpa iman” (piety without faith).

Kedua tipologi kesalehan di atas hadir dalam praktis kehidupan keagamaan umat dan menjadi wacana serta diskursus dalam diskusi dan forum-forum ilmiah untuk mendapatkan gambaran antara realitas dengan pesan moral-ideal agama.

Kesalehan Ritual

Diantara kedua kesalehan di atas, kesalehan dalam bentuk pertama sering diapresiasikan oleh sebagian besar umat, sebuah sikap dan perilaku keagamaan yang parsial, egoistis dan individualistik. Orang lebih bersemangat menjalankan sebagian ibadah-ibadah sunnah seperti zikir, salat, puasa, dll. dari pada ibadah-ibadah sosial seperti mengurus kepentingan umum, bersilaturrahmi, membantu kesulitan tetangga, dan menyelesaikan problem kemiskinan. Orang merasa lebih beragama dibanding yang lain jika telah memperhatikan aspek simbol-simbol (syiar) keagamaan, kuantitas dan masalah-masalah furu’ seperti memelihara jenggot, membangun masjid. Tetapi mereka hampir tidak mempedulikan terhadap persoalan-persoalan subtansial, esensial dan kualitas masyarakat. Orang lebih memprioritaskan ibadah haji thathawwu” (haji kedua dst) dari pada membiayai anak tetangga yang hampir putus sekolah karena tidak dapat membayar SPP, atau orang lebih suka meng-haji-kan orang miskin yang belum mempunyai tempat tinggal daripada membantunya agar mempunyai rumah, dan seterusnya.

Dalam perspektif syariah, Qardlawi ((1995) juga melihat praktek-praktek keagamaan di berbagai negara muslim yang dinilai: (1) mementingkan hal-hal yang bersifat simbul (syiar) daripada yang subtansial; (2) memperhatikan hal-hal yang bersifat kuantitatif dan artifisial daripada yang bersifat kualitatif dan esensial; (3) mendahulukan pembentukan apa yang kita sebut ‘kesalehan individual’ daripada ‘kesalehan sosial’; (4) memprioritaskan tuntutan-tuntutan subyektif, kelompok dan golongan daripada tuntutan-tuntutan obyektifitas, masyarakat, nasional, dan dunia Islam; (5) menonjolkan pemikiran-pemikiran keagamaan skolastik dan dialektik daripada pemikiran empirik dan praktis.

Kesalehan Sosial

Kesalehan sosial, sebagaimana dijelaskan di atas, merupakan anti tesis dari perilaku dan pemahaman keagamaan umat yang mengarah pada simbolis ritual-partikularistik. Istilah kesalehan sosial juga menjadi wacana yang relatif baru seiring dengan isu seputar universalitas, kemajemukan dan pluralisme budaya dan agama. Perdebatan yang muncul ke permukaan, misalnya pertanyaan “apakah semua agama itu sama ?”, “adakah titik temu antara suatu ajaran agama tertentu dengan agama-agama lain di dunia ?”. Bahwa setiap agama dipahami mempunyai dua dimensi antara esoteris dan eksoteris, antara simbolik dan nilai-nilai yang dianggap esensi dan hakiki. Dan juga telah dipahami bahwa dalam wilayah eksoteris-historis keberbedaan itu ada, tetapi pada wilayah esoteris setiap agama menawarkan pesan perdamaian dan keselamatan, keadilan sosial dan cinta kasih”. Dalam wilayah inilah agama dipahami memiliki kesamaan (kalimatun sawa’). Bahkan menurut perspektif teologi inklusif, kesamaan itu juga ada pada wilayah tauhid, bahwa seluruh isi al-Qur’an dan kitab suci sebelumnya adalah pesan Tuhan. Pesan-pesan tersebut menegaskan bahwa perintah Tuhan itu sama untuk pengikut Muhammad saw. dan mereka yang menerima kitab suci Muhammad saw, yaitu pesan yang berisi untuk selalu taqwa kepada Allah.

Implikasi perdebatan di atas, bagi kalangan muslim tertentu (misalnya mahasiswa) yang memiliki pemikiran yang agak liberal, adalah munculnya pandangan dan sikap bahwa esensi ajaran agama itu lebih penting dari simbol-simbol agama, bahwa nilai-nilai hakiki itulah yang harus dijalankan bukan ajaran yang berupa legal formal, sebab itu mereka kadang memiliki sikap dan perilaku keagamaan yang mementingkan pesan moral agama berupa perdamaian, toleransi, kerja sosial dan perilaku lain yang mengarah pada pemupukan saleh sosial, tetapi pada dimensi lain mereka kadang menafikan ritualitas keagamaan, seperti tidak menjalankan salat, puasa, haji, dan seterusnya. Impliksi yang lebih parah lagi ketika mereka menafikan kedua-duanya, perdebatan seputar universalitas dan pluralitas hanya memunculkan arogansi dan liberalisasi pemikiran semata dan tidak dimaksudkan untuk mencari kebenaran hakiki. Meskipun dimaksudkan untuk mencari kebenaran itu, tetapi hanya dalam bentuk wacana, karena pada saat bersamaan tidak ada follow up berupa sikap dan tindakan. (sumber : makalah "KESALEHAN RITUAL DAN KESALEHAN SOSIAL")

Download Fast Load SEO Friendly Blogger Template - Celotehan Warung Kopi

Cemonggaul Template yang SEO Friendly sekaligus fast load

Celotehan Warung Kopi - Hari ini saya ingin berbagai satu buah template yang dulu pernah saya buat sendiri dari nol dan seiring berjalannya waktu sudah melewati berbagai edit dan sekarang insyaallah sudah siap dipakai. Template ini saya beri nama sesuai dengan nama online saya yaitu Cemonggaul template

Untuk tampilan templatenya hampir mirip dengan template yang saya pakai ini. Yang berbeda hanyalah sedikit pengaturan posisi dan juga warnanya. Karena Cemonggaul template ini juga adopsi dari theme saya untuk Celotehan Warung Kopi ini. 
Screen Shoot
Download fast load SEO friendly blogger template homepage
Tampilan Homepage

Download fast load SEO friendly blogger template single post
Tampilan single post

Ketentuan Penggunaan Cemonggaul Theme


Bila Anda ingin menggunakan template blogger yang saya buat ini, ada beberapa hal yang harus Anda patuhi dalam menggunakannya. 
  • Tidak boleh digunakan pada blog yang berbau SARA, mesum, perjudian, warez, ilegal content
  • Tidak boleh menghilangkan credit yang ada di footer maupun yang ada di CSS
  • Tidak boleh diperjualbelikan, dihadiahkan, maupun dibuat sebagai bonus produk Anda

Fitur Cemonggaul Theme


  • Fast load
  • Sedikit minisite
  • 2 kolom
  • Dynamic heading
  • Auto title + alt thumbnail
  • SEO friendly menurut saya
  • Breadcrumb indeks search engine
  • Rich snippet bintang
  • Integrasi ads
Demo : Klik disini
Download : Klik disini

The Use of Visual Aids and Teching Methods - Thesis

The Use of Visual Aids and Teching Methods - Thesis
Suminten Yuliani, 2012. Influence Students Perceptions about The Use of Visual Aids and Teching Methods to The Class VI Student Achievement, Elementary School IV Pulosari Ngunut Sub District Tulungagung Regency. Thesis of Educational Magister for Social Studies Major Post Graduate Program Kanjuruhan University of Malang. Advisor Commissions, Chair : Dr. Lilik Kustiani, SS., MM., Member : Drs. H. M. Amir Sutedjo, S.Pd., M.Pd.

Key Words : Student Perceptions, use of props and methods of teaching and learning achievement.

Education problem that was faced by Indonesia was the low of education quality in every level especially elementary and intermediate level. Beside that education quality had not shown an equal improvement yet. In line with those problems, headmaster, teacher and counselor was requested to prepare student to get achievement maximally. Thus teacher ability in motivating student to get achievement was important. Just at the moment teacher ability in guiding student in choice The Use of Visual Aids and efficient Teching Methods.

The objectives of this research were : (1) to know whether there was significant effect of student perception about the use of visual aids toward sixth grade student learning achievement in SDN IV Pulosari Ngunut Sub District Tulungagung Regency, (2) to know whether there was significant effect of student perception about Teching Methods toward sixth grade student learning achievement in SDN IV Pulosari Ngunut Sub District Tulungagung Regency, (3) to know whether there was significant effect of student perception toward sixth grade student learning achievement in SDN IV Pulosari Ngunut Sub District Tulungagung Regency.

Population of this research was sixth grade student learning achievement in SDN IV Pulosari Ngunut Sub District Tulungagung Regency the amount was 40 students. Because the amount of the subject was not relative a lot (40 person), thus population of this research was surfeited sample technique, the amount of the subject population of this research.

The result of this research were : (1) The result of this research be expected get rewarding finding empirical provide about significant effect of student perception about the use of visual aids toward sixth grade student learning achievement in SDN IV Pulosari Ngunut Sub District Tulungagung Regency, (2) The result of this research can be used as information material to education institution primary scholl specially to do wisdom adaptation and activity, so that can increasing graduation quality, (3) add reference for another researche in analyze education institution, specially with that problem to developed further.

Download full thesis Influence Students Perceptions about The Use of Visual Aids and Teching Methods to The Class VI Student Achievement, Elementary School IV Pulosari Ngunut Sub District Tulungagung Regency here

Guru Dipecat Karena Membintangi Video Tak Senonoh

Berita Warung Kopi - Seorang guru sekolah menengah di Oxnard dipecat dari jabatannya lantaran membintangi film tak senonoh. Suatu hal yang sudah cukup pantas dia terima mengingat profesinya sebagai tenaga pendidik yang seharusnya menjadi teladan bagi siswanya. Seperti yang dikatakan pengacaranya “dia dipecat dari pekerjaan setelah vidionya ditemukan para guru dan siswa di internet.”

Para hakim pengadilan  dengan suara bulat sepakat bahwa Stacie Halas, 32th, tidak layak untuk mengajar di kelas. Halas dipecat pada bulan April dari pekerjaannya sebagai guru science di sekolah menengah Heydock yang terletak di Oxnard.

"Meskipun karir pornografi ('Halas) telah selesai,namun video tak senonohnya di Internet akan terus menghalangi dia dari profesinya menjadi seorang guru yang efektif dan dihormati rekan-rekannya," tulis Hakim Julie Cabos-Owen dalam keputusan 46 halaman yang dikeluarkan oleh Komisi Kompetensi Profesional.

Pengacaranya Richard Schwab mengatakan bahwa Halas telah mencoba untuk jujur tapi malu oleh pengalaman sebelumnya dalam industri dewasa. "Nona Halas adalah lebih dari sekedar pertempuran individu untuk pekerjaannya sebagai seorang guru" kata pengacaranya. "Saya pikir dia mewakili banyak orang yang mungkin memiliki masa lalu yang mungkin tidak melibatkan sesuatu yang ilegal atau apapun dan yang menyakiti siapa pun" lanjutnya.

Schwab juga mengatakan dalam pembelaannya bahwa Halas tidak membintangi film porno saat mengajar di distrik manapun. Dia mengatakan dia melakukannya hanya selama periode delapan bulan antara 2005-2006 karena masalah keuangan setelah pacarnya meninggalkannya.

Kepala daerah Jeff Chancer memuji keputusan pengadilan. Keputusan Halas yang terlibat dalam pornografi jelas tidak sesuai dengan tanggung jawabnya sebagai panutan bagi siswa dan akan menyajikan gangguan, bagi sekolah apabila ia teta menjadi guru," kata Chancer dalam sebuah pernyataan. (Diterjemahkan dari dailynews)

Catatan redaksi Warung Kopi ; Suatu pelajaran yang tak patut dicontoh oleh guru khususnya yang ada di Indonesia yang notabene beradat ke-timuran. Guru seharusnya bisa menjadi contoh dan teladan yang baik bagi muridnya. Kalau gurunya saja berkelakuan seperti ini, bagaimana dengan muridnya? Semoga guru di Indonesia tidak ada yang berkelakuan seperti itu.

Cara Menulis Karya Ilmiah Yang Baik - Celotehan Warung Kopi

Menulis Membutuhkan Kreatifitas dan Latihan


Menulis, dalam pengertian yang sesungguhnya (karya ilmiah) adalah pekerjaan yang sering disebut gampang-gampang susah, artinya gampang dilakukan jika ada hasrat dan kemauan, dan susah jika tidak ada kemauan. Biasanya sulit untuk memulai tetapi mudah jika sudah terbiasa. Bahkan kalau orang sudah terbiasa menulis, terasa resah kalau ia tidak menulis.



Sebagaimana pekerjaan profesional lainnya, maka menulis perlu latihan dan keberanian untuk salah dan gagal (trial and error). Tanpa kemauan dan berani untuk gagal (sementara) maka jangan harap untuk berhasil. Tentu di samping modal kemauan, perlu juga modal lain, yaitu membaca, membaca literatur. Ini tidak boleh tidak, sebab semakin kita banyak membaca, semakin kaya ide. Dan menulis memerlukan ide dan kreativitas.

Perbedaan Menulis Karya Ilmiah Populer Dan Menulis Karya Ilmiah Formal

Karya tulis ilmiah populer

Karya tulis biasanya dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: karya tulis ilmiah populer dan karya tulis ilmiah formal. Karya tulis ilmiah populer dimaksudkan adalah karya tulis yang dipersiapkan untuk publikasi dalam suatu penerbitan di surat kabar atau majalah populer. Biasanya karya tulis yang demikian mengambil tema-tema aktual, yang sedang hangat diisukan (issu-issu kontemporer), bukan issu yang sudah kadaluarsa. Oleh karena itu teknik penulisan dan bahasa yang digunakan bersifat populer, renyah dan enak dibaca, dan lebih sederhana sifatnya. Misalnya dalam surat kabar tidak digunakan teknik catatan kaki dan daftar pustaka, demikian pula dalam majalah-majalah populer pada umumnya.

Karya tulis ilmiah formal

Sedang karya tulis ilmiah formal dimaksudkan adalah karya tulis yang dipersiapkan untuk kepentingan-kepentingan formal, misalnya untuk usulan penelitian (proposal) seminar, munaqasyah, jurnal dan seterusnya. Pada umumnya karya tulis yang demikian terikat oleh kaidah-kaidah atau metode penulisan dan bahasa yang ketat, dan harus mencantumkan sumber penulisan (catatan kaki dan daftar pustaka). Tema-tema yang diangkat lebih bersifat khusus dan mendalam. Termasuk karya tulis semacam ini adalah disertasi (untuk S3), tesis (untuk S2), skripsi (untuk S1) dan paper atau makalah untuk kepentingan formal.

Dalam karya tulis ilmiah setidaknya ada dua jenis penulisan, yaitu jenis penulisan yang bersifat deskriptif-informatif dan penulisan yang bersifat analitis-kritis. Deskriptif-informatif artinya tulisan tersebut hanya menggambarkan dan menuturkan informasi kepada orang lain, dan analitis kritis dimaksudkan, tulisan tersebut di samping menuturkan informasi, juga memberikan analisis secara kritis dan mendalam. Oleh sebab itu jenis tulisan ini juga bisa disebut deskriptif-analitis-kritis. Tulisan yang baik tentu yang memiliki sifat seperti ini. Sebagaimana ciri berpikir keilmuan atau berpikir ilmiah ditandai oleh beberapa hal, yaitu: rasional-logis, objektif, universal, sistematis-koheren (metodologis), atau bercirikan logico hipotetico-verifikatif.

Langkah-langkah Menulis Karya Ilmiah

Bagaimana memulai menulis? Sebelum memulai menulis setidaknya ada dua langkah yang mesti diperhatikan: pertama, mencari tema dan topik; kedua, merumuskan masalah; ketiga, memecahkan masalah. Kadang-kadang kalau dipikir, ilmuwan itu pekerjaannya “mencari masalah”. Mencari-cari masalah untuk dipecahkan sendiri jalan keluarnya. Inilah sikap kreatif ilmuwan.

Mencari masalah itu berbagai macam cara dan perolehannya. Masalah bisa ditemukan lewat perenungan, pengamatan, diskusi, membaca, ngobrol dengan teman, dan seterusnya. Misalnya, ketika kita sedang mengamati fenomena sosial di sekeliling kita, mungkin kita bisa menemukan masalah kesenjangan sosial (antara si kaya dan si miskin), yang kemudian menimbulkan kecemburuan, sikap berontak sebagian masyarakat tertentu lantas menimbulkan kriminalitas, kenakalan remaja dan seterusnya.

Bagaimana mengatasi masalah tersebut? Kenapa demikian? Bagaimana dengan pendidikan kita? Di sini pendidikan menjadi sorotan. Masalah-masalah tersebut sifatnya masih umum, maka kita perlu memperkecil ruang lingkupnya dan kita rumuskan sedemikian rupa, jelas dan mengarah. Sehingga perumusan masalah itu akan mudah dipecahkan. Perumusan masalah itu dibuat dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang spesifik. Misalnya, perumusan tentang Kenakalan Remaja di SMU X. Tentang kenakalan remaja tersebut dibuat dengan pertanyaan sebagai berikut: Kenapa terjadi kenakalan remaja?Apa faktor-faktor kenakalan remaja?Apa bentuk dan jenis kenakalan yang dilakukan?Apa usaha-usaha yang dilakukan SMU X dalam menanggulangi kenakalan remaja tersebut?

Tetapi ini berbeda dengan menulis karya ilmiah yang bersifat essai atau artikel yang disajikan dalam surat kabar atau majalah populer. Tulisan dalam surat kabar atau majalah populer tersebut masih bersifat umum dan simpel, tetapi cukup kritis dan analitis. Misalnya tulisan-tulisan kolom, refleksi, opini, tajuk, editorial, dan seterusnya. Semoga bermanfaat dan selamat mencoba. (Penulis : M. Zainudin)

Penggunaan Media Pembelajaran Komputer Dan Metode Kooperatif TSTS

Penggunaan Media Pembelajaran Komputer Dan Metode Kooperatif TSTSTESIS - Kualitas kehidupan suatu bangsa sangat ditentukan oleh faktor pendidikan. Nurhadi (2004:41) memaparkan ”pendidikan memiliki peranan yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bangsa yang cerdas, damai, terbuka dan demokratis.” Oleh karena itu, pembaharuan di bidang pendidikan harus selalu dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Untuk mencapai hal tersebut, kualitas pendidikan harus selalu ditingkatkan dan adaptif dengan perubahan zaman. Salah satunya dengan Penggunaan Media Pembelajaran Komputer dan Metode Kooperatif TSTS.


ABSTRAK

Khusna, Nur Isroatul., Pengaruh Persepsi Siswa Tentang Penggunaan Media Pembelajaran Berbasis Komputer dan Metode Pembelajaran Kooperatif Two Stay Two Stray (TSTS) Terhadap Hasil Belajar Mata Pelajaran Geografi-IPS. Thesis, Program Pasca Sarjana Universitas Kanjuruhan Malang. Pembimbing: (I) Prof. Dr. Lilik Kustiani, SS., MM (II) Drs. H. Moch. Amir Sutedjo, SH., M.Pd

Kata Kunci : Media pembelajaran berbasis komputer, metode pembelajaran kooperatif TSTS

Pengaruh penggunaan media pembelajaran berbasis komputer dan metode pembelajaran kooperatif TSTS terhadap hasil belajar mata pelajaran Geografi-IPS, dilatarbelakangi oleh masih rendahnya mutu pendidikan dan pengajaran, pada khususnya di Kabupaten Tulungagung.

Dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh penggunaan media pembelajaran berbasis komputer dan metode pembelajaran kooperatif TSTS terhadap hasil belajar dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar.

Dari hasil analisis penelitian telah dibuktikan dengan analisa regresi bahwa ada pengaruh signifikan dari penggunaan media pembelajaran berbasis komputer, yang ditunjukkan dengan Perhitungan korelasi sederhana terhadap pasanan menghasilkan harga koefisien korelasi r sebesar 0,884. yang berarti bahwa 88,40 persen variasi variable hasil belajar dapat dijelaskan oleh variable persepsi penggunaan media pembelajaran interaktif berbasis computer.

Sedangkan pengaruh penggunaan metode pembelajaran kooperatif TSTS terhadap hasil belajar dalam tabel menunjukkan angka sebesar 0,781 yang berarti bahwa 78,10 persen variable hasil belajar siswa dapat dijelaskan oleh variable metode pembelajaran kooperatif TSTS.

Tentang adanya korelasi antara hasil belajar siswa (Y) penggunaan media pembelajaran interaktif berbasis computer (X1) menunjukkan angka seperti diatas berarti signifikan dan ada hubungan positif mantap. Sedangkan korelasi antara hasil belajar siswa (Y) dengan penggunaan metode pembelajaran kooperatif TSTS (X2) terhadap angka seperti diatas yang berarti ada hubungan positif mantap.

Dibuktikan pula dalam variable enterned / removed (b) koevisien Regresi bahwa secara bersama sama antara penggunakan metode secara konstan dihasilkan dari pengaruh X1 dan X2 yang artinya bahwa hasil belajar akan lebih baik jika dipengaruhi oleh penggunakan media pembelajaran berbasis computer (X1) dan metode pembelajaran kooperatif TSTS (X2).

Download file tesis  Penggunaan Media Pembelajaran Komputer Dan Metode Kooperatif TSTS lengkap disini
 
Copyright © Celotehan Warung Kopi