Pidato
Presiden KH. Abdurrahman Wahid di STAIN Malang
Dalam rangka
peresmian Ma’had Sunan Ampel Al-‘Ali 17 April 2001
Saya kembali ke
sini memang sarat dengan kenang-kenangan, karena saya pernah menjadi dosen
disini, pada saat itu gandengan saya adalah pak Bukhori Sholeh (almarhum). Dan
disini pada waktu itu saya mengajar kapita selekta, yang sekaligus mengajar di
Sekolah Tinggi Ilmu Theologia Balawiyata milik gereja Kristen Jawi Wetan. Yang
membawa saya kesini adalah pembicaraan saya dengan DR. Muslim Abdurrahman
mengenai pentingnya pendidikan nasional merubah arah dan orientasi. Jadi kalau
yang lain minta kepandaian, ketrampilan ataupun peralatannya, semua harus punya
arah dan orientasi yang ditetapkan. Kalau ini keliru maka seterusnya akan
keliru. Saya berpendapat bahwa pendidikan nasional kita selama ini terlalu
mengikuti paham Positivisme di dalam pendidikan. Positivisme ini banyak
aspek-aspek yang positif, tetapi juga ada kerugian-kerugian ketika kita
menggunakan aliran positivisme, yang pada kenyataannya membuat perguruan tinggi
kita terpisah dari masyarakat, dan ini diingatkan secara terbuka oleh Romo
Mangunwijaya. Beliau selalu mengemukakan pentingnya orientasi yang benar dalam
pendidikan kita. Kata-kata ini menjadi nyata bagi kita, betapa orang kalau
sudah punya gelar Prof. DR. Seakan-akan mempunyai ketrampilan yang luar biasa
ternyata pada kenyataannya tidak tidak seperti itu. Seperti yang dikatan oleh
ketua STAIN tadi yaitu tidak punya daya tahan menggeluti perubahan-perubahan
yang besar.
Kalau
kita cocokkan dengan kata dari Ronggowarsito, “iki jaman edan, sing ora edan
ora kumanan, neng sak bejan-bejane wong edan sik bejo wong sing waspodo lan
kelingan” dalam pendidikan yang punya aliran positivisme hal itu telah
hilang, bahkan pengertian yang baik dan buruk itu hilang yang ada hanyalah
keterampilan. Pada titik ini beliau mempunyai ukuran-ukuran yang yang jelas
mana yang baik dan mana yang memang betul-betul salah, oleh karena itu di saat
kita mencari yang tepat pada perguruan tinggi kita dalam rangka pendidikan
nasional, maka kita harus menemukan ukuran-ukuran mana yang benar dan yang
tidak benar. Ini yang menjadi penyebab mengapa orang-orang yang hebat dibidang
ilmiah mau bekerja di bawah Hitler. Karena mereka hanya mengembangkan skill,
tetapi tidak mengedepankan moralitas. Di Jerman pada waktu itu ada seorang ahli
ekonomi yang punya keinginan membuat jalan tol karena dengan itu para pembuat
jalan tol penghasilannya akan lebih besar. Mereka juga akan membutuhkan barang
jadi oleh karena itu mereka disediakan manufacturing Industry, seperti
kita kenal seperti Sepeda Motor BSA, Mobdanl Volk Wagen, ini adalah
barang-barang yang dibuat oleh rakyat Jerman yang sudah terangkat
penghasilannya karena program tersebut. Tetapi karena tidak adanya standar
Moralitas, karena pada waktu itu Jerman punya motto, Jerman adalah diatas
segala-galanya. Oleh karena itu kemudian bangsa Jerman menjajah negaralain
yang berakhir pada perang Dunia ke-II.
Begitu
juga dengan Jepang pada sekitar tahun 30-an yang punya kebijakan Dumping(dumping
policy) untuk menjaga penjualan keluar negeri, kemudian Jepang menjajah
negara-negara tersebut yang pada akhirnya negara jajahan tersebut dijadikan
tempat memasarkan barangnya. Seperti di negara kita ada Nisan, Toyota dan
lain-lain. Apalagi banyak pabrik-pabrik yang dibuat oleh Jepang yang pada
akhirnya diklaim oleh Jepang, sekaligus pabrik-pabrik penghasil polusi
dipindahkan dari negara maju ke negara seperti Indonesia. Akhirnya rakyat kita
menderita karena kesalahan-kesalahan Policy yang akhirnya hutan-hutan kita gundul dan
semakin menumpuknya hutang. Bagaimana kita akan membangun ekonomi secara
besar-besaran apabila infrastruktur kita sangat tidak memadai dan sekarang ini
kita mencoba untuk mengembangkannya. Bahkan kita jungkir balik untuk
mengembalikan itu karena mulai dari dulu hutan digunduli, banyak dicuri,
sedangkan gasnya banyak digelapkan. Bahkan di Indonesia Obeng sama kunci Inggris saja harus impor dari luar
negeri.
Unduh file selengkapnya disini
Judul: Pendidikan di Indonesia Antara Elitisme dan Populisme
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
Item Reviewed: Pendidikan di Indonesia Antara Elitisme dan Populisme
Semoga artikel Pendidikan di Indonesia Antara Elitisme dan Populisme ini bermanfaat bagi saudara. Silahkan membaca artikel kami yang lain.
0 komentar:
Post a Comment
Silahkan berkomentar yang baik, jangan spam/ SARA
Boleh masang link asal jangan LiveLink, karena pasti saya hapus... THANKS